REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri, Jenderal Timur Pradopo mengatakan, pemilik senjata api akan dievaluasi untuk mengetahui apakah yang bersangkutan dalam penggunaannya melanggar ketentuan berlaku atau tidak. Sekali pun memiliki senjata itu sebelumnya melalui seleksi ketat, klaim Timur, tapi pihaknya tetap melakukan evaluasi menyusul aksi koboy yang santer diberitakan.
"Tentunya akan dievaluasi berapa sih sebetulnya yang memiliki secara legal dan melakukan pelanggaran hukum," kata Timur kepada pers di Istana Wakil Presiden Jakarta, Selasa (8/5).
Hal tersebut disampaikan usai dirinya menghadiri Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia ke-12 di Istana Wakil Presiden yang dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono. Hadir dalam peringatan itu Menteri Polhukam Djoko Suyanto, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, Menperin MS Hidayat, Mendag Gita Wiryawan, Menpora Andi Mallarangeng, Menteri Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan, Mentan Suswono, Menkominfo Tifatul Sembiring, serta Jaksa Agung Basrief Arif.
Timur mengatakan, keberadaan senjata api yang dimiliki masyarakat sipil memang ada dan tujuannya untuk bela diri. Selain dimiliki masyarakat sipil, katanya, kepemilikan senjata api juga dikelola klub seperti Perbakin.
Dikatakan Timur, pemilik senjata api sebelumnya melalui seleksi yang selektif dan ada UU untuk mengatur itu. "Masalahnya adalah ada yang memiliki senjata api ilegal. Ada suara-suara dari masyarakat soal kepemilikan dan itu akan kita evaluasi dan tidak disalahgunakan," kata Kapolri.
Ia mengatakan, setiap tahun pemilik senjata api harus dievaluasi dan jika disalahgunakan penggunaannya maka dicabut izinnya. Tapi ia menegaskan untuk memiliki senjata api, pihak yang berhak mengeluarkan izin bukan dari Polda tapi harus dikeluarkan dari markas besar Polri.