REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sekitar 60 tenaga perawat Indonesia ditolak oleh Singapura. Alasannya, menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk), Hary Soegiri, karena mereka bisa dikatakan ilegal.
Dikatakannya, 60 perawat tersebut tidak terdaftar pada data sistem komputer Tenaga Kerja Luar Negeri (TKLN) di Disnakertransduk. Terlebih, tidak ada koordinasi antara instansi yang memberangkatkan dengan Disnakertransduk Jawa Timur. "Jika tidak terdata di sisko (sistem komputer) kami, maka pengiriman mereka bisa dikatakan illegal," kata Hary, kemarin.
Hary menambahkan, kasus seperti ini bukan terjadi pertama kali. Sebab, sebelumnya juga pernah ada kasus penolakan tenaga kerja di luar negeri. Antara lain di Malaysia, Singapura, Jepang, Myanmar dan negara Timur Tengah. Tidak hanya dari perawat, tenaga kerja yang ditolak bahkan ada juga tenaga medis.
Selain instansi kesehatan, tambah Hary, instansi pendidikan juga sering kali mengirimkan tenaga kerja keluar negeri tanpa melalui Disnakertransduk. Pengiriman pertama dilakukan untuk tenaga magang, namun berlanjut untuk tenaga kerja.
Untuk kasus 60 perawat kali ini, hal itu dilakukan karena pengiriman perawat tersebut dilakukan karena mereka memiliki jaringan dengan rumah sakit di Singapura. Namun, mereka ditolak oleh assosiasi tenaga kerja disana karena tidak dilengkapi dokumen kompetensi dari Disnakertransduk.
Meskipun memiliki jaringan, tambah Hary, harusnya pengiriman tersebut tetap melewati Disnakertransduk. "Sebenarnya tenaga kerja yang dikirimkan itu sangat berkompeten, namun karena dokumennya yang kurang mereka menjadi ditolak. Seharusnya semua pengiriman mendapatkan dokuman dari Disnaker," kata dia.