REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses indentifikasi jenazah korban pesawat Sukhoi yang dilakukan sejak hari Sabtu (12/5) hingga Ahad (13/5) sore terus berlangsung. Untuk keperluan proses identifikasi ini sejumlah pakar dari berbagai negara seperti Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat (AS) pun ikut dilibatkan oleh tim Digital Visual Interface (DVI) Indonesia.
Dalam melakukan identifikasi jenazah, tim DVI Indonesia menggunakan tiga pendekatan, yakni patologi, ordontologi, dan antropologi. "Kami berharap proses pengambilan sampel dari semua jenazah yang sudah diterima bisa selesai hari ini," ujar ketua Digital Visual Interface (DVI) Indonesia Brigjen Polisi Musadeq Ishak saat konferensi pers di RS Polri Kramat Jati, Ahad (13/5).
Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kapus Dokkes) Mabes Polri ini menambahkan, semua Prosedur yang tim DVI lakukan sesuai dengan prosedur internasional DVI yang berlaku. Dijelaskan olehnya identifikasi yang dilakukan meliputi dua jenis.
Pertama indentifikasi primer. Meliputi pengecekan sidik jari, struktur gigi, dan tes DNA. "Sebagian besar akan menggunakan pemerikasaan biomolekuler, sehingga kita akan mengetahui berapa jumlah dan siapa korbannya," terangnya.
Kedua, identifikasi sekunder. Melalui data medis yang ada, bisa diketahui tinggi badan, berat dan jenis kelamin jenazah. "Dari properti yang ditemukan atau digunakan juga bisa diketahui siapa jenazah tersebut."
Ia berujar bahwa tim DVI berprinsip akan bekerja keras, profesional, transparan dan independen. "Dengan melibatkan para ahli dari universitas terkemuka seperti UI, Unair, dan Unpad. kami berusaha demi hasil terbaik dan sejelas-jelasnya bagi keluarga korban," tuturnya.
Tim DVI, tambah Musadeq juga dibantu para pakar dari berbagai negara seperti Rusia, Prancis, dan Amerika. Diharapkan proses tersebut dapat berlangsung lancar, sehingga bisa segera keluar daftar nama para jenazah yang sudah terkumpul.