REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Mohammed al-Gherari harus rela kehilangan lima anggota keluarga, termasuk keponakannya yang masih kecil. Mereka tewas ketika NATO secara tidak sengaja menyerang kompleks mereka di ibukota Libya saat mereka tidur.
Hampir satu tahun kemudian, kesedihannya diperparah oleh ancaman dan tuduhan tetangganya. Ia dan orang lain yang selamat dari serangan dituduh menyembunyikan seorang loyalis rezim atau menyembunyikan senjata untuk pasukan Moammar Qaddafi.
Menurut laporan yang dirilis Lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia (Human Rights Watch), sedikitnya 72 warga sipil tewas oleh serangan udara NATO. Sepertiganya berusia di bawah 18 tahun. Kelompok advokasi yang berbasis di New York tersebut meminta aliansi Barat untuk mengakui korban dan memberi kompensasi bagi yang selamat.
Keputusan AS dan NATO yang melancarkan serangan udara terhadap pasukan keamanan rezim dan infrastruktur militer menandai titik balik dalam perang sipil Libya. Langkah itu itu memberikan pemberontak kesempatan. Pemerintah Qaddafi dan sekutuya di Rusia dan Cina mengkritik aliansi karena melampaui mandat PBB untuk melindungi warga sipil.