REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mesir, Farouk Soltan, menolak semua gugatan yang diajukan para calon presiden terkait pemilihan presiden yang digelar pada 23 dan 24 Mei, pekan lalu.
"Semua gugatan yang diajukan para calon presiden (Capres) terkait pelanggaran pemilihan presiden tersebut tidak berdasar. Oleh karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menolak semua gugatan tersebut," kata Soltan dalam konferensi pers untuk mengumumkan hasil pemilihan presiden (Pilpres) putaran pertama, di Kairo, Senin (28/5).
Gugatan yang diajukan para Capres tersebut, umumnya menuduh bahwa telah terjadi kecurangan dalam pelaksanaan Pilres, di antaranya, 900 ribu polisi dikerahkan untuk memilih Capres Shafik.
Padahal, sesuai konstitusi Mesir, anggota polisi, tentera dan aparat intelijen tidak memiliki hak pilih dalam pemilihan umum di negeri Piramida itu.
Namun, KPU membantah tuduhan tersebut, dan menegaskan bahwa semua gugatan tidak memiliki bukti hukum sehingga ditolak.
Selain itu, katanya, KPU memiliki kekebalan hukum sesuai konstitusi pasal 28 yang menyebutkan bahwa keputusan KPU tidak dapat diganggu gugat.
Tidak ada Capres yang mempeoleh suara mayoritas 50 persen lebih satu suara dalam Pilpres putaran pertama sehingga sehingga dua di antara 13 Capres yang memperoleh suara terbanyak untuk bertarung dalam Pilpres putaran kedua pada 16 dan 17 Juni depan.
Kedua Capres tersebut adalah Dr Mohamed Moursi dari Ikhwanul Muslimin dan Jenderal (Purn) Ahmed Shafik calon independen yang dikenal sebagai loyalis presiden terguling Hosni Mubarak.
Moursi memperoleh 5,76 juta suara, sementara Shafik meraih 5,50 juta suara, disusul posisi ketiga Hamdeen Sebahi (independen) 4,82 juta, Abdel Moneim Abul Fatuh (independen yang didukung Salafi) 4,06 juta, dan Amr Moussa (independen) 2,58 juta suara.
Jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya tercatat 25,5 juta suara dari total lebih 50 juta pemilik suara. Kemenangan Moursi, peraih doktor bidang teknik dari University of Southern California, AS pada 1982, tersebut sudah diduga sebelumnya, karena ia didukung kekuatan politik utama Mesir Ikhwanul Muslimi.
Moursi adalah Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan -- (Huzbul Hurriyah Wal Adalah. Sementara Shafik adalah mantan Perdana Menteri yang diangkat Mubarak di masa revolusi yang menumbangkan rezim pimpinan Mubarak pada 11 Februari 2011.