REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi, pada Rabu (30/5) berencana melakukan perjalanan pertamanya ke luar negeri. Ia berencana mengunjungi warga Myanmar miskin yang melakukan bermigrasi ke Thailand.
Menurut Suu Kyi, ini merupakan simbol kehancuran di tanah airnya selama beberapa dasawarsa terakhir akibat pemerintahan buruk dalam hal ekonomi.
Kedatangan Suu Kyi di Bangkok Selasa (29/5) malam, menawawarkan bukti baru bagaimana ia memimpin bangsa reformis. Rabu ini, Suu Kyi diperkirakan mengunjungi Mahachai, sebuah kota berjarak sekitar 30 kilometer barat daya Bangkok.
Tempat tersebut merupakan rumah bagi populasi terbesar migran dari Myanmar, yang berada di Thailand. Sekitar 2,5 juta penduduk miskin Myanmar lari ke Thailand, mereka bekerja sebagai pekerja dengan keterampilan rendah. Diantaranya menjadi pembantu rumah tangga atau dalam industri tenaga kerja manual semisal perikanan dan garmen.
Ahli migran dan peneliti di Institut Kependudukan dan Sosial di Universitas Mahidol Thailand Andy Hall mengatakan, para migran menguasai 5-10 persen dari angkatan kerja Thailand. Mereka memberi kontribusi sebanyak 7 persen dari PDB nasional.
Namun banyak dari mereka dieksploitasi dan dibayar dengan upah minim. Beberapa bahkan diperdagangkan dan banyak pula yang paspornya disita oleh majikannya.
"Kunjungan Aung San Suu Kyi mungkin dapat membuat mereka merasa mendapat perhatian akan penderitaan yang mereka alami selama ini," Kata Hall.
Kunjungan Suu Kyi ke Thailand pekan ini juga akan menjadi pembicara pada Forum Ekonomi Dunia di Asia Timur. Setelahmua ia akan ke Myanmar, baru kembali mengunjungi Eropa. Dimana dia akan mengunjungi Parlemen Inggris, serta melakukan perjalanan ke Oslo, Norwegia untuk menerima Hadiah Nobel Perdamaian.