REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof Ramlan Surbakti, berpendapat, pembahasan RUU Pilkada harus didahulukan. Menurutnya, RUU Pilkada sifatnya umum, sehingga akan memudahkan sinkronisasi dengan peraturan lainnya.
"UU Pilkada menjadi peraturan dasar karena kepala daerah dipilih secara politik melalui pemilihan umum sehingga ini penting dibahas terlebih dulu untuk sikronisasi dengan peraturan yang lain," katanya dalam seminar "Pembahasan RUU Pemda dan Pilkada, Bersamaan atau Berurutan?" di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5).
Hal tersebut ia sampaikan untuk menanggapi agenda pembahasan tiga RUU oleh DPR, yakni RUU Pemda, RUU Pilkada dan RUU Desa yang diajukan pemerintah setelah disahkannya revisi atas UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.
Menurut dia, masalah mekanisme pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah juga mendesak untuk direvisi karena selama ini telah timbul persoalan menyangkut kepemimpinan daerah tersebut yang menimbulkan pemerintahan tidak stabil.
"Hal itu terjadi karena hubungan tidak harmonis antara kepala daerah dan wakilnya yang memang hanya menikmati masa bulan madu sekitar tiga bulan, setelah itu muncul perselisihan terus-menerus," katanya. Maksud Ramlan soal "masa bulan madu" adalah waktu pengenalan untuk menyamakan visi dan misi antara calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Oleh karena itu, jika dilakukan secara paralel yakni RUU Pilkada dibahas terlebih dulu akan menjadi dasar untuk membahas RUU Pemda yang digunakan untuk mengatur pemerintahan dari pemimpin yang terpilih melalui pilkada, selanjutnya RUU Desa hanya tinggal menyesuaikan dengan UU Pemda.
"Pembahasan secara paralel merupakan langkah yang efektif dan efisien sehingga kebijakan dari ketiga UU tersebut bisa segera diimplementasikan kepada publik," katanya.