REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr HM Harry Mulya Zein
Belum lama berselang seorang sales salah satu bank swasta menelepon saya. Dalam percakapan telepon itu, dia menawarkan produk kartu kredit. Kata dia, dengan menggunakan kartu kredit, kita dapat membeli apapun diinginkan dan dapat berbelanja di pusat perbelanjaan dimanapun.
Hanya tinggal menggesek kartu kredit, semua keinginan kita terpenuhi. Kedengarannya sungguh indah. Cara ini sudah menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat perkotaan di Indonesia.
Namun, pada dasarnya, gaya hidup itu yang salah. Gaya hidup pemborosan. Kecenderungan manusia berperilaku boros terhadap harta sudah ada di dalam dirinya.
Hal ini dapat kita perhatikan dalam hidup keseharian kita. Orang yang punya harta, kecenderungan untuk menjadi pecinta harta akan lebih besar. Makin bagus, makin mahal, makin unik, makin senang, maka makin dicintalah hartanya.
Ditambah perilaku boros adalah salah satu tipu daya setan yang membuat harta kita tidak efektif mengangkat derajat kita. Harta yang dimiliki justru efektif menjerumuskan, membelenggu, dan menjebak dalam kubangan tipu daya. Allah swt sudah menegaskan, hidup boros itu adalah bagian dari perbuatan setan.
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al Isro’ (17): 26-27).
Dalam ayat yang lain juga disebutkan, prilaku hidup boros merupakan bagian dari sifat-sifat orang kafir.
”Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu. Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. (QS. Al-Waqiah: 41-45).
Ayat di atas menegaskan, Islam sebagai agama melarang keras kepada umatnya untuk menjalankan hidup secara berlebihan dan bermewah-mewahan. Bukan tanpa sebab larangan itu dikeluarkan agar umat Islam benar-benar menjauhi hidup secara berlebihan dan boros. Pola hidup boros dan bermewah-mewah akan menjerumuskan umat Islam kepada kemalasan, hidup santai. Pola hidup itu akan merusak aqidah dan mengikis rasa kepedulian sesama umat.
Di antara cermin kehidupan di jaman modern, hidup boros dan bermewah sekarang ini adalah tenggelam dalam memenuhi kebutuhan sekunder secara berlebihan.
Contohnya sebagian keluarga merubah perabot rumah tangga pada setiap tahunnya sekalipun perabot yang lama masih layak padahal mereka mempersiapkan biaya yang sangat besar untuk urusan tersebut.
Contoh lain adalah berupaya membeli makanan dan minuman setiap harinya dari rumah makan-rumah makan yang mahal padahal dia tidak membutuhkan hal tersebut walaupun harus berutang.
Marilah kita hidup bersahaja, hidup sederhana. Rasulullah saw merupakan contoh yang wajib diikuti yang telah menjalankan hidup bersahaja dan dalam kesederhanaan.
Di antara contoh hidup sederhana yang ditekankan Rasulullah adalah dalam kesederhanaan dalam masalah makanan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim menyebutkan, pada suatu saat Rasulullah berkata kepada Aisyah ra kepada keponakannya ‘Urwah.
“Telah berlalu atas kami bulan baru, bulan baru, bulan baru (3 bulan) sementara tidak pernah menyala api di dapur rumah Nabi dan keluarganya, maka ditanyakan oleh ‘Urwah: Wahai bibinda maka dengan apa kalian makan? Dijawab : Dengan air dan kurma.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis lain juga disebutkan Umar ra: “Saya masuk ke dalam rumah Nabi saw, sedang ia bertelekan pada sebuah tikar kasar sehingga berbekas pada tubuhnya, maka aku melihat pada perabotannya hanya kulihat segenggam tepung sebanyak 1 sha’.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dua hadis itu menyiratkan, Islam khawatir ummatnya dihinggapi penyakit mabuk daratan melihat harta yang bergelimangan sehingga lupa serta lengah terhadap kewajiban menegakkan kalimat Allah swt.