REPUBLIKA.CO.ID, Dalam kehidupan sehari-hari, papar Esposito, orang-orang Meo ini lebih banyak menjalankan praktik sosial-religius kepercayaan Hindu.
Banyak di antara mereka yang tetap mempertahankan nama lama Hindu mereka dan bahkan menyembah dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu di rumah mereka serta merayakan perayaan-perayaan keagamaan Hindu.
Bahkan, kebanyakan orang-orang Meo tak bisa mengucapkan kalimat syahadat dengan benar. Apalagi melafalkan doa-doa ritual harian. Selain itu, sangat sedikit kampung di Mewat yang memiliki masjid atau madrasah. Acara ritual untuk kelahiran, perkawinan, dan kematian didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan Hindu.
Guna membenahi kondisi umat Islam di Mewat, Syekh Ilyas membentuk sebuah jaringan sekolah-sekolah agama berbasis masjid. Tujuannya untuk mendidik kaum Muslim setempat tentang keimanan dan praktik Islam yang benar.
Dalam waktu singkat, ia berhasil mendirikan lebih dari seratus sekolah agama di wilayah Mewat. Namun keberhasilan tersebut, sebagaimana dijelaskan Esposito, justru mendatangkan kekecewaan dalam diri Syekh Ilyas.
Cara yang ditempuhnya itu hanya menghasilkan apa yang disebutnya sebagai "fungsionaris agama", bukan menghasilkan pengkhutbah yang mau pergi dari pintu ke pintu dan mengingatkan orang akan tugas-tugas keagamaan mereka. (bersambung)