REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Larangan penggunaan jilbab pada sejumlah sekolah negeri di Bali menuai protes dari aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) di Pulau Dewata itu.
Dalam diskusi tentang penggunaan jilbab di sekolah, di Denpasar, Sabtu (23/6), Ketua Pengurus Wilayah (PW) PII Bali, Angga Abimanyu, mengatakan, pihak sekolah hendaknya menjamin kebebasan para siswanya melaksanakan ajaran agama mereka.
"Kalau jilbab dilarang, sama saja dengan melarang siswa menjalankan ajaran agamanya," kata Angga.
Diskusi tentang jilbab dilaksanakan PII Bali sehubungan adanya sikap sekolah yang mengambangkan jawaban terhadap permhonan salah seorang siswinya untuk mengenakan jilbab ke sekolah.
Diskusi itu juga merupakan rangkaian kegiatan PII Bali memasuki kegiatan Konferensi Wilayah yang akan dilaksanakan pertengahan Juli mendatang.
Menurut Angga, salah seorang aktivis PII Bali yakni Anita Wardani yang bersekolah di salah satu sekolah negeri di Denpasar, mengajukan permohonan ke sekolahnya agar dapat menggunakan jilbab.
Kendati sudah datang bersama orang tuanya, Purwanto, namun pihak sekolah tidak pernah memberikan jawaban yang tegas terhadap keinginan Anita.
"Pihak sekolah menjawab dengan mengatakan tidak melarang dan juga tidak mengizinkan," kata Angga.
Sikap seperti itu dinilai PII sama dengan mengambangkan permasalahan. Seharusnya, kata Angga, pihak sekolah berbangga memiliki siswa yang punya kemauan keras melaksanakan dan taat pada ajaran agamanya.
Menurut Angga, kasus pelarangan jilbab di sekolah pernah dialami siswi sebuah SMPN di Denpasar, Rezki Permatawati pada 2003. Karena dilarang mengenakan jilbab, orang tua Rezki memutuskan anaknya untuk pindah dari salah satu sekolah favorit di Bali itu.