REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Kekhawatiran dari berbagai kalangan mengenai kemungkinan timbulnya bentrokan antara pendukung Mohammed Mursi, calon presiden dari Ikhwanul Muslimin, dan pendukung Ahmed Shafiq, capres loyalis mantan Presiden Hosni Mubarak, ikhwal penolakan hasil Pilpres tidak terbukti.
Ribuan pendukung Mohammed Mursi gegap gempita menyambut kemenangan tersebut di Bundaran Tahrir, pusat kota Kairo dan berbagai kota di seantero negara itu, menyusul pengumuman hasil Pilpres oleh Komisi Tinggi Pemilihan Presiden pada Sabtu (24/6) petang.
Sebaliknya, pendukung Shafiq yang sedianya dijadwalkan kembali rapat akbar di Lapangan Makam Pahlawan di Distrik Madinet Nasr, Kairo timur pada Ahad 24/6) malam tidak melaksanakan pertemuan itu.
Padahal sehari sebelumnya, pada Sabtu, ribuan pendukung Shafiq untuk pertama kali unjuk kekuatan di lapangan makam tempat terbunuhnya Presiden Anwar Saddat pada 1981 tersebut.
Dugaan adanya bentrokan itu membuat Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) menginstruksikan aparat militer dan kepolisian untuk siaga penuh di seantero negara guna mengantisipasi situasi memburuk pasca-pengumuman hasil Pilpres.
SCAF juga telah memperingatkan semua pengunjuk rasa untuk tidak melanggar hukum yang berlaku selama melangsungkan aksi demo mereka.
Selain itu, Kementerian Kesehatan dalam maklumatnya menyatakan pihaknya telah menyiagakan ambulans di berbagai tempat untuk mengantisipasi hal serupa.
Sejumlah pendukung Shafiq yang sudah mulai mendatangi Makam Pahlawan Tak Dikenal itu pada Ahad malam, namun mereka secara berangsur meninggalkan tempat tersebut setelah mendengar kekalahan tokoh mereka.
Shafiq juga membatalkan rencana konferensi pers pada Sabtu malam yang sedianya dilakukan di alun-alun New Cairo, kawasan elit di Kairo Timur, seusai pengumuman hasil Pilpres.
Sementara itu, Mursi kepada wartawan menyampaikan terima kasih kepada rakyat Mesir atas kepercayaan yang diberikan.
"Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan. Ini adalah amanat rakyat yang harus saya emban dengan sebaik-baiknya," ujarnya.
Para pengamat menilai, ini merupakan pemilihan presiden paling demokratis dalam sejarah Mesir modern sejak negara itu berubah bentuk dari Negara Kerajaan menjadi Republik dalam revolusi 1952.