Jumat 29 Jun 2012 23:43 WIB

Kisah Sahabat Nabi: Umar bin Khathab, Pemimpin yang Adil (3)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Di antara kontribusi Umar bin Khathab untuk Islam ialah dia beserta pasukan Islam berhasil membentangkan kejayaan Islam dari Mesir, Syam, Irak sampai ke kerajaan Persia.

Ia beserta para penasihatnya berhasil mengembangkan kalender Islam. Umar juga berhasil membangun administrasi yang baik di dalam pemerintahan Islam. Daulah Islamiyah menunjukkan adanya peningkatan dan perbaikan selama pemerintahannya.

Umar adalah orang pertama yang mencetuskan ide tentang perlunya dilakukan pengumpulan ayat-ayat Alquran. Ayahanda Hafshah (Ummul Mukminin) ini dikenal sebagai sahabat yang berani melakukan ijtihad dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip musyawarah.

Sebagai seorang Khalifah, hidup Umar bin Khathab benar-benar diabdikan untuk mencapai ridha Illahi. Ia berjuang bagi rakyat, benar-benar memerhatikan kesejahteraan rakyat. Di malam hari, dia sering melakukan investigasi untuk mengetahui keadaan rakyat jelata yang sebenarnya.

Suatu malam, Sang Khalifah menemukan sebuah gubuk kecil yang dari dalamnya nyaring terdengar suara tangis anak-anak. Umar mendekat dan memerhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat ada seorang ibu yang dikelilingi anak-anaknya.

Ibu itu kelihatan sedang memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya menangis, sang Ibu berkata, “Tunggulah! Sebentar lagi makanannya akan matang.”

Selagi Umar memerhatikan di luar, sang ibu terus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan sebentar lagi akan matang.

Umar menjadi penasaran. Setelah memberi salam dan meminta izin, dia memasuki gubuk itu dan bertanya kepada sang ibu, "Mengapa anak-anak Ibu tak berhenti menangis?”

“Itu karena mereka sangat lapar,” jawab si ibu.

“Mengapa tidak ibu berikan makanan yang sedang Ibu masak sedari tadi itu?”

“Tidak ada makanan. Periuk yang sedari tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berpikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur.”

“Apakah Ibu sering berbuat begini?” tanya Umar ingin tahu.

“Ya. Saya sudah tidak memiliki keluarga ataupun suami tempat saya bergantung. Saya sebatang kara,” jawab si ibu datar, berusaha menyembunyikan kepedihan hidupnya.

“Mengapa Ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah? Sehingga beliau dapat menolong Ibu beserta anak-anak Ibu dengan memberikan uang dari Baitul Mal? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak,” nasihat Umar.

“Khalifah telah berbuat zalim kepada saya,” jawab si ibu.

“Bagaimana Khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?” sang Khalifah ingin tahu.

“Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang senasib dengan saya.”

Umar berdiri dan berkata, “Tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali!”       

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement