Ahad 08 Jul 2012 20:15 WIB

KPK Bantah Jadi Alat Politik

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Hafidz Muftisany
Johan Budi
Johan Budi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap menjadi sasaran tudingan dari  politisi bahwa lembaga superbody itu tak lebih dari alat kepentingan politik. Hal tersebut lantaran banyak kasus-kasus yang digarap KPK melibatkan kader-kader partai politik.

KPK kerap dituding bahwa mereka melakukan suatu tindakan berdasarkan pesanan politik. Atau, jika mereka belum bisa menuntaskan sebuah kasus dituding karena ada kekuatan politik yang mempengaruhinya

Bagaimana sikap KPK terhadap tudingan itu ? Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, KPK adalah lembaga penegak hukum. Dalam melakukan tindakan hukum, KPK sama sekali tidak melihatnya dari sisi kepentingan politik.

"Gak ada urusan. Mau warnanya hijau, biru, kuning, merah, kalau ada yang terlibat dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi ya kita usut," kata Johan saat dihubungi Republika, Ahad (8/7).

Johan mengatakan, adalah hal yang biasa KPK mendapat gangguan berupa tudingan seperti itu. Tidak hanya dengan tudingan,  gangguan yang dialamatkan kepada KPK dalam melakukan tugasnya juga dengan berbagai macam cara. 

"Ya namanya juga  tugas kita memberantas korupsi. Pasti ada  yang tidak senang, " kata Johan.

Tudingan KPK merekayasa kasus kembali muncul setelah KPK meyidik sejumlah kasus yang terkait dengan sejumlah politisi. Dalam kasus restitusi pajak PT Bhakti Investama, menyeret nama Dewan Pakar Partai Nasdem Hary Tanoesoedibjo yang juga seorang pengusaha.

Selain itu, kasus dugaan korupsi anggaran pengadaan kitab suci Alquran di Ditjen Bimas Islam dan pengadaan laboratorium komputer untuk Madrasah Tsanawiyah di Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama. Dalam kasus tersebut KPK menetapkan politisi Golkar ZD dan seorang swasta DP.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement