Rabu 11 Jul 2012 21:05 WIB

Kisah Sahabat Nabi: Usamah bin Zaid, Panglima Terakhir Rasulullah (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: pantherkut.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Cahaya Islam terus bersinar menerangi seantero tanah Arab. Dengan suka rela, setiap insan yang mendengar seruan kalimat tauhid, berbondong-bondong menyambutnya.

Wajah-wajah kusut yang semula berselimut kabut kemusyrikan menjadi cerah disinari pancaran cahaya Ilahi. Farwah bin Umar Al-Judzami, kepala daerah Ma’an dan sekitarnya yang diangkat Kaisar Romawi, segera memeluk agama Islam.

Mengetahui hal itu, para penguasa Romawi sangat marah. Sebab Farwah bukan rakyat biasa, tapi kepala daerah yang menjadi ikutan rakyat banyak. Mereka segera menangkap Farwah dan menjebloskannya ke penjara.

Selanjutnya, ia dibunuh dan kepalanya dipancung, lalu diletakkan di sebuah mata air bernama Alfa’ di Palestina. Mayatnya disalib untuk menakut-nakuti para penduduk agar tidak mengikuti jejaknya.

Mengetahui kejadian tersebut, Rasulullah SAW segera menyiapkan pasukan. Sebagai panglima perang, diangkatlah Usamah bin Zaid bin Haritsah. Kala itu usianya baru 18 tahun. Rasulullah memerintahkannya untuk mendirikan markas perkemahan di daerah Juraf, di luar Kota Madinah.

Beberapa sahabat sempat mempertanyakan keputusan tersebut. Apalagi, turut serta dalam pasukan itu para sahabat senior semisal Umar bin Khathab, Abu Ubaidah bin Jarrah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, Amru bin Nufail, dan lainnya.

Mendengar desas-desus yang seolah menyepelekan kemampuan Usamah itu, Umar bin Khathab segera menemui Rasulullah. Beliau sangat marah, lalu bergegas mengambil sorbannya dan keluar menemui para sahabat yang tengah berkumpul di Masjid Nabawi.

Setelah memuji Allah dan mengucapkan syukur, beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, aku mendengar pembicaraan mengenai pengangkatan Usamah? Demi Allah, seandainya kalian menyangsikan kepemimpinannya, berarti kalian menyangsikan juga kepemimpinan ayahnya, Zaid bin Haritsah.”

“Demi Allah, Zaid sangat pantas memegang pimpinan, begitu juga dengan putranya, Usamah. Kalau ayahnya sangat aku kasihi, maka putranya pun demikian. Mereka adalah orang yang baik. Hendaklah kalian memandang baik mereka berdua. Mereka juga adalah sebaik-baik manusia di antara kalian.”

Setelah itu, beliau turun dari mimbar dan masuk ke rumahnya. Kaum Muslimin pun berdatangan hendak berangkat bersama pasukan Usamah. Mereka menemui Rasulullah yang saat itu dalam keadaan sakit. Di antara mereka terdapat Ummu Aiman, ibu Usamah.

“Wahai Rasulullah, bukankah lebih baik, jika engkau biarkan Usamah menunggu sebentar di perkemahannya sampai engkau merasa sehat. Jika dipaksa berangkat sekarang, tentu dia tidak akan merasa tenang dalam perjalanannya,” kata Ummu Aiman.

Namun, Rasulullah SAW menjawab, “Biarkan Usamah berangkat sekarang juga.”

sumber : 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement