Selasa 17 Jul 2012 03:40 WIB

Kisah Ikhwanul Muslimin (VII), Hasan al Banna

Rep: harun husein/ Red: M Irwan Ariefyanto
Hassan Al Banna
Foto: pixmule.com
Hassan Al Banna

REPUBLIKA.CO.ID,Ikhwanul Muslimin sampai saat ini disebut sebagai organisasi paling berpengaruh di dunia. Harakah yang kini memiliki jejaring luas di banyak negara, ini, didirikan Hasan al-Banna, di Ismailiyah, Mesir, pada 1928 silam. Saat mendirikan organisasi ini, Hasan al-Banna masih berusia 22 tahun. Dia lahir pada 1906.

Runtuhnya Khilafah Usmani di Turki, pada 1924, adalah pendorong utama Hasan al-Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin. Hasan al Banna banyak terpengaruh pada pemikir reformis Islam Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

Ikhwanul Mus limin sangat anti kolonialisme Barat. Di Mesir, sikap itu diejawantahkan dengan upaya menggulingkan monarki yang pro-Barat, serta membantu perjuangan melawan kolonialisme di sejumlah negara. Akibatnya, pada November 1948, pemerintah menahan 32 pemimpin Ikhwanul Muslimin, dan melarang organisasi itu. Tak lama kemudian, Hasan al-Banna terbunuh.

Dalam revolusi penggulingan monarki di Mesir, Ikhwanul Muslimin yang pada tahun 1948 sudah beranggotakan 500 ribu orang, bahu membahu bersama sejumlah perwira militer nasionalis seperti Jamal Abdul Nasir. Dan, pada 1952, revolusi itu berhasil menumbangkan Monarki. Sejak itulah, pemerintahan di Mesir berubah bentuk menjadi republik.

Tapi, bulan madu Ikhwan dengan militer berlangsung sing kat. Pada 13 Januari 1954, pemerintahan Jamal Abdul Nasser membekukan Ikhwanul Muslimin. Bukan hanya organisasinya yang dilarang, para aktivisnya pun akrab dengan jeruji penjara. Kondisi itu berlangsung terus di bawah Anwar Sadat dan Husni Mubarak.

Selama periode itu, tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin mengikuti pemilu sebagai perseorangan. Pada 2005, tokoh-tokoh Ikhwan berhasil meraih 88 kursi parlemen, atau 20 persen. Di antara yang terpilih ini adalah Muhammad Mursi-yang kini menjadi presiden Mesir. Hasil pemilu ini, menempatkan tokoh-tokoh Ikhwan sebagai oposisi penting.

Pelarangan kepada Ikhwanul Muslimin itu baru berhenti sejak Husni Mubarak ditumbangkan Arab Spring. Meski demikian, kali ini Ikhwanul Muslimin memilih tidak terjun langsung dalam pemilu, tapi mendirikan sayap politik untuk ikut pemilu. Ikhwanul Muslimin mendirikan Partai Kebebasan dan Keadilan. Dan, kiprah pertama Partai Kebebasan dan Keadilan di panggung politik negeri Fir’aun itu, langsung memberi hasil mengesankan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement