Senin 23 Jul 2012 19:56 WIB

KPAI: Waspadai Konsolidasi Gerakan Propornografi

Stop pornografi, ilustrasi
Foto: yigidrip.wordpress.com
Stop pornografi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengajak masyarakat mewaspadai konsolidasi gerakan propornografi yang dimotori pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari bisnis tersebut.

"Masyarakat perlu mewaspadai adanya gerakan sistemik, terdesain dari pengusaha hitam yang mengambil untung dari industri pornografi, yang membangun citra seolah-olah pelaku kejahatan pornografi sebagai idola, yang justru akan mengancam prinsip perlindungan anak," kata Wakil Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh di Jakarta, Senin.

Ni'am mengemukakan hal itu terkait bebasnya penyanyi Ariel "Peterpan", terpidana kasus pornografi, dari Rutan Kebon Waru, Bandung, Jawa Barat.

Menurutnya, tanggapan terhadap pembebasan Ariel terkesan berlebihan, seolah-olah Ariel adalah sosok pahlawan yang telah berjasa besar terhadap bangsa dan negara.

"Seolah ia sebagai orang yang berjasa. Seolah ia orang mulia, lebih mulia dari atlet-atlet kita yang mengharumkan nama bangsa di kancah internasional, dari anak-anak siswa nasional kita yang pulang dari kejuaraan internasional dengan berbagai prestasi; bahkan dari kontingen Garuda yang mengharumkan nama bangsa dalam misi perdamaian dunia," katanya.

Faktanya, kata Ni'am, Ariel dihukum karena tindak pidana kejahatan yang meruntuhkan harga diri bangsa, tidak hanya berskala nasional, tetapi menjadi isu internasional.

"Bahkan Presiden RI dalam pidato resmi pada peringatan Hari Anak Nasional 2010, dua tahun lalu, menyatakan rasa malu. Apa yang seperti ini layak disambut bak pahlawan?" katanya.

Ni'am menduga penyambutan berlebihan terhadap bebasnya Ariel bukan bersifat spontan, melainkan direkayasa, didesain pihak-pihak tertentu.

"Jelas sekali direkayasa oleh pihak-pihak tertentu, didesain dengan berlebihan, dengan penyambutan bak tokoh pahlawan yang pulang dari medan perang," katanya.

Ia menuding penyambutan tersebut didesain oleh pihak-pihak yang mengambil untung dari industri pornografi. Desain tersebut sangat kelihatan, sebagaimana adanya gerakan

"Free for Ariel" pada saat kasus tersebut disidangkan.

Padahal, lanjutnya, fakta menunjukkan kasus pornografi ini telah menyebabkan demoralisasi anak-anak dan memicu kekerasan seksual kepada anak, baik sebagai pelaku maupun korban.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement