REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Kebijakan pemerintah Provinsi Xinjiang, Cina, membatasi aktivitas relijius Muslim selama Ramadhan mengundang kecaman dari berbagai kalangan. Kebijakan tersebut dinilai dapat memicu konflik baru di wilayah yang ditinggali sekitar tiga juta etnis Muslim Uighur itu.
"Dengan melarang berpuasa selama Ramadhan, Cina sedang menggunakan metode-metode administratif untuk memaksa warga Uighur untuk makan meski mereka sedang berpuasa," kata juru bicara kelompok hak asasi manusia, World Uyghur Congress, Dilshat Rexit seperti dilansir Aljazeera, Rabu (1/8).
Menurut Rexit, kebijakan tersebut berpotensi menyulut kemarahan warga etnis Uighur. Ia memperingatkan, kebijakan tersebut dapat memaksa orang-orang Uighur untuk melawan pemerintah Cina lebih jauh.
Xinjiang dilanda konflik antaretnis terburuk pada Juli 2009. Terjadi bentrokan antara minoritas Uighur dan etnis Han yang merupakan mayoritas dan dominan di Cina. Sedikitnya 200 orang tewas dari kedua belah pihak dalam konflik tersebut.