Kamis 02 Aug 2012 13:29 WIB

Ensiklopedi Hukum Islam: Asuransi Syariah (2)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Asuransi syariah (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Asuransi syariah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Tidak ada perbedaan, pendapat di antara ulama tentang hukum kebolehan at-ta 'min at-ta 'awuni, karena dasar dari jenis asuransi ini sejalan dengan prinsip Islam.

Allah SWT dalam surah Al-Ma'idah (5) ayat 2 berfirman, "... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...”

Menurut Wahbah Az-Zuhaili, at-ta'min at-ta'awuni boleh dilakukan. Namun, asuransi seperti ini jarang sekali dijumpai dalam kenyataan.

Adapun tujuan utama at-ta'min bi qist sabit adalah mendapatkan keuntungan disamping melakukan beberapa jaminan terhadap para pesertanya.

Ulama berbeda pendapat mengenai at-ta'min bi qist sabit. Untuk melihat lebih jauh hukum at-ta'min bi qist sabit perlu diperinci pembagiannya sesuai dengan objek asuransi itu sendiri.

Mustafa Al-Buqa memperinci bentuk-bentuk asuransi dilihat dari objeknya sebagai berikut:

1. Asuransi kerugian. Asuransi yang akan diterima oleh peserta ketika ia ditimpa suatu kerugian yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa tertentu.

Bentuk asuransi ini ada dua, yaitu: a) asuransi kerugian harta yang disebabkan oleh kebakaran, kebanjiran, kecurian, dan sejenisnya: dan b) asuransi yang menjamin kerugian yang timbul akibat tanggungjawabnya, seperti menabrak orang atau pekerja/pegawainya mendapat kecelakaan kerja.

2. Asuransi jiwa. Dalam asuransi ini, peserta memperoleh sejumlah uang jika ia mendapat suatu kerugian, baik ia masih hidup maupun wafat.

Asuransi jiwa ada dua bentuk, yaitu: 1) asuransi yang berkaitan dengan kehidupan peserta, terdiri atas tiga bentuk.

a) Asuransi kematian, berupa transaksi yang mewajibkan peserta membayarkan sejumlah uang secara periodik kepada perusahaan asuransi dan pihak perusahaan wajib memberikan sejumlah uang ketika peserta wafat. Uang ini dapat diserahkan kepada orang yang ditunjuk oleh peserta atau ahli warisnya.

 

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ ࣖ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Baqarah ayat 260)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement