REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Pemerintahan Suriah menyatakan siap menegosiasiakan pengunduran diri Presiden Bashar Assad sesuai dengan tuntutan internasional. Pernyataan itu disampaikan Wakil Perdana Menteri Qadri Jamil.
Menurut Jamil pemerintahannya tidak berkeberatan jika forum internasional menghendaki adanya dialog pengunduran diri tersebut. Hanya saja, dia menegaskan pengunduran diri rezim 12 tahun itu bukan bagian dari prasyarat untuk memulihkan kondisi di Damaskus.
"Kami siap membahas ini (pengunduran diri). Membuat perundingan tersebut dalam satu kondisi yang berbeda," kata Jamil, saat berada di Moskow, seperti dikutip dari Aljazeera, Rabu (22/8).
Hemat dia, tawaran dialog tetap dikedepankan di tengah keanehan negara-negara barat dan sekutu mencari cara untuk melakukan intervensi militer ke negaranya.
Pernyataan wakil perdana menteri bidang ekonomi itu sehari setelah peringatan tajam Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama yang telah memberi sinyal hijau intervensi militer di Damskus, sebab adanya dugaan penggunaan senjata kimia untuk meredam perlawan sipil dan oposisi di Suriah.
Jamil menganggap gertakan ala Gedung Putih tersebut tidak lain adalah kekonyolan yang hanya mengundang spekulasi bagi pemberitaan internasional. "Ancaman Obama hanya propaganda terkait dengan pemilu AS," ketus Jamil, seperti dikutip dari Al Arabiya, Rabu (22/8).
Dia menambahkan pintu masuk intervansi militer AS di Irak 2003 lalu, tidak berlaku bagi kondisi di negerinya. Bahkan Jamil balik mengancam, campur tangan militer AS di Suriah bukan hanya akan melibatkan kedua negara itu namun akan membakar kawasan.
"Invansi militer di Suriah adalah mustahil. Siapa-pun yang berpikir ke arah itu, hanya akan mengundang konfrontasi di berbagai perbatasan Suriah," ancam Jamil.