REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Defisit pada transaksi berjalan karena pelambatan ekspor, membuat nilai tukar rupiah terus melemah (depresiasi). Kondisi ini membuat Bank Indonesia mewaspadai nilai tukar rupiah bergerak terlalu tinggi.
Kondisi fundamental ekonomi Indonesia, diakui Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi A Sarwono, membuat nilai tukar rupiah bergerak ke depresiasi. Akan tetapi, tekanan pada nilai tukar rupiah tetap akan dijaga hingga tidak melebihi nilai perkiraan untuk pertumbuhan ekonomi.
“Kami jaga jangan sampai depresiasi terlalu tinggi yang melebihi fundamental, artinya ada spekulasi dan kepanikan, “ ujarnya, Selasa (28/8).
Data kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan nilai tukar rupiah terus tertekan hingga di posisi Rp 9.535 per dolar AS pada Selasa (28/8). Posisi itu melemah dari Rp 9.515 per dolar AS pada Senin (27/8) dan makin tertekan dari posisi Jumat (24/8) di level Rp 9.504 per dolar AS, Kamis (23/8) Rp 9.495 per dolar AS, Kamis (16/8) Rp 9.498 per dolar AS dan Rabu (15/8) Rp 9.494 per dolar AS.
Ekonomi Indonesia masih memiliki titik lemah pada sisi ekspor yang nilainya menurun, hingga transaksi berjalan defisit. Pada kuartal II 2012, pertumbuhan impor masih lebih cepat dibandingkan ekspor. Penggerak pertumbuhan ekonomi masih berasal dari investasi dan konsumsi domestik.