REPUBLIKA.CO.ID, PALU---Menteri Agama Suryadharma Ali meminta konflik antarumat beragama dicegah dengan mewaspadai intervensi dari pihak luar. Keberagaman yang ada justru harus menjadi penguat kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk.
"Masalah kerukunan adalah bersifat dinamis. Untuk terus tercipta rukun perlu kewaspadaan semua pihak. Ada pihak yang menghendaki terciptanya konflik agama yang menjadi pintu masuk konflik bermasyarakat,"ujar Menag di hadapan 240 peserta workshop regional Kanwil Kementerian Agama-Balai Diklat Keagaaman se-Sulawesi untuk Kerukunan Umat Beragama, Jumat (31/8) malam.
Gangguan kerukunan diakuinya terjadi luar biasa dalam beberapa dekade terakhir. Sorotan media yang berlebihan ditambah penilaian pihak luar negeri dan pihak di luar umat beragama menyulut konflik. Alhasil, kualitas kerukunan Indonesia dinilai buruk, padahal yang terjadi justru sebaliknya.
"Kerukunan beragama terbaik di dunia karena bisa menghormati minoritas. Banyak provokator yang menginginkan terjadi konflik. Maka, tokoh umat beragama jangan mudah tersulut,bagi saya konflik kecil itu biasa karena kita keluarga bangsa yang besar,"tegas Ketua Umum PPP ini.
Setiap indikasi gesekan egoisme kedaerahan dimintanya ditanggapi dengan biasa.
Perbedaan itu, sebut Menag, ciptaan Tuhan. Jadi, siapa yang mengingkari berarti tidak mengakui Tuhan. Justru, imbuhnya, negara-negara Eropa dan Barat harus belajar tentang kerukunan pada Indonesia. Lantaran mempunyai berbagai macam suku di 17 ribu pulau, agama, dan keyakinan namun bisa hidup berdampingan. "Keberagaman dan perbedaan yang diikat dalam nilai agama harus jadi kekuatan,"pinta Menag.
Namun, dia tak bisa memungkiri ancaman dari internal umat juga harus diantisipasi. Peran Pusat Kerukunan Umat Beragama, tokoh masyarakat serta tokoh agama harus diikutsertakan. Mereka, sebutnya, harus bisa mengidentifikasi ajaran radikal dan berbeda dengan prinsip keagamaan yang bisa menimbulkan konflik. Pasalnya, aliran dalam suatu agama juga memunculkan potensi konflik serta perpecahan.
"Misalnya, petakan Sulawesi dimana ada indikasi gerakan radikal dan pahamnya tak sesuai, setelah itu tokoh agama datang dan memberi penerangan, penjelasan, serta membuka dialog penuh persaudaraan. Sehingga ada pelurusan ajaran agama. Pemahaman peta ajaran tadi bisa membantu antisipasi awal. Potensinya dideteksi sedini mungkin melalui diklat dan survei,"ungkap Menag.