Jumat 07 Sep 2012 17:19 WIB

Bolehkah Wanita Menjadi Pemimpin? (3-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Dari segi riwayat kita melihat beribu-ribu sahabat, baik pria maupun wanita ikut andil dalam menyampaikan petunjuk yang dibawa Rasulullah SAW, baik yang berupa perkataan, perbuatan, hukum, maupun taqrir.

Aisyah RA termasuk salah seorang dari mereka yang memang banyak meriwayatkan hadis. Namun, bagaimana pun juga banyaknya ia meriwayatkan hadis, tidak sampai sebanyak yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

Dari segi dirayah (pengetahuan), fikih, dan fatwa, pernyataan tersebut bertentangan dengan sejarah sehingga akal kita tidak dapat menerima jika disebutkan bahwa hanya Aisyah yang menjadi sumber acuan mengenai sebagian ajaran agama.

Kalau demikian pernyataannya, di manakah posisi sahabat-sahabat besar seperti Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, dan orang-orang segenerasi serta setingkat dengannya.

Kemudian orang-orang yang lebih muda dari mereka seperti empat orang Abdullah, yaitu, Abdullah Ibnu Abbas, Abdullah Ibnu Umar, Abdullah bin Amr, dan Abdullah bin Zubair? Begitu pula yang lain-lainnya?

Sesungguhnya hadis-hadis fadhail (tentang keutamaan sesuatu) harus diterima secara kritis dan hati-hati. Al-Hafizh (Ibnu Hajar) mengatakan jalan pertama yang ditempuh orang yang suka memalsukan hadis ialah mengutamakan individualisme. Mereka orang-orang yang biasanya berkarakter keras dan suka bermusuhan cenderung mengultuskan seorang tokoh (pemimpin). Dan Aisyah termasuk orang yang mempunyai pengikut seperti itu.

Alquran dalam Surah An-Nur dan hadis-hadis sahih serta hasan sudah cukup memuji keutamaan Aisyah. Namun, pujian itu tidak sampai berlebihan sehingga tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan kenyataan.

Dalam mukadimah kitabnya “Al-Maudhuat”, Ibnul Jauzi berkata, “Alangkah bagusnya perkataan orang yang mengatakan jika semua hadis yang anda lihat bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, dan bertentangan dengan dalil-dalil naqli, maka ketahuilah bahwa hadis tersebut palsu’.”

sumber : Fatawa Al-Qardhawi
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Tahu gak? kalau ada program resmi yang bisa bantu modal usaha.

1 of 8
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِّنْ دُوْنِكُمْ لَا يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالًاۗ وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْۚ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاۤءُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْۖ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ اَكْبَرُ ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰيٰتِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.

(QS. Ali 'Imran ayat 118)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement