REPUBLIKA.CO.ID, Militer Amerika Serikat (AS) secara resmi telah menyerahkan wewenang atas penjara Bagram yang terkenal menyeramkan itu kepada pihak berwenang Afghanistan.
Kebijakan tersebut merupakan bagian dari persetujuan untuk menyerahkan kembali semua penjara ke bawah wewenang Afghanistan, menjelang penarikan pasukan NATO pada akhir 2014 mendatang.
Presiden Hamid Karzai menyambut gembira penyerahan itu, namun masih ada ketidak-sepakatan dengan pihak AS. Salah satunya adalah masih ada persoalan menyangkut nasib lebih dari 3,100 narapidana, termasuk laskar Taliban dan tersangka teror, yang ditahan di Bagram, yang kadang disebut sebagai Teluk Guantanamo Afghanistan.
Telah muncul sejumlah tudingan penyiksaan tahanan di penjara itu. Secara terbuka, AS menyatakan mempunyai kepercayaan penuh pada pasukan Afghan untuk mengoperasikan penjara itu.
Tapi sesaat sebelum penyerahan, AS mengatakan akan tetap menahan sekitar 50 narapidana paling berbahaya, kebanyakan gembong-gembong pemberontak yang senior.
Pakar mengenai Afghanistan, Bill Roggio, yang mengedit Long War Journal, mengatakan, Afghanistan mempunyai "rekor buruk" dalam hal menahan para narapidana paling berbahaya.
"Mereka membebaskan tahanan Guantanamo meski berjanji akan tetap menahannya, jadi saya perkirakan para narapidana yang ditahan di Afghanistan selama operasi akan tetap ditahan untuk waktu yang lama," katanya.
"Pejabat-pejabat Afghan rawan suap atau intimidasi, dan di masa lalu mereka membebaskan banyak pemimpin senior Taliban."
Para pejabat Afghan memimpin upacaya penyerahan yang tidak banyak dihadiri oleh pejabat Amerika dan NATO. Komandan polisi militer Afghan, Safiullah Safi, mengatakan, 3,182 narapidana telah resmi diserahkan kepada polisi menyusul masa transisi enam bulan.
Sementara itu, seorang pembom bunuh diri telah menewaskan paling sedikit 21 orang di kota Kunduz. Nampaknya pelaku mengincar polisi yang sedang melakukan penjagaan keamanan pada sebuah demonstrasi politik.
Menurut laporan, bom itu meledak di dalam sebuah mobil di daerah pertokoan yang ramai. Sejumlah warga sipil diduga mengalami cedera berat. Bulan lalu paling sedikit 12 orang tewas dalam serentetan ledakan bom di kota itu.