Ramadhan Pertama dan Sebuah Pengakuan
Tujuh bulan berselang setelah Molly membaca syahadat. Peristiwa pengubah hidupnya itu tak pernah diceritakan kepada keluarganya, terutama kepada sang ibu yang saat itu tinggal bersamanya.
Alhasil, Ramadhan pertamanya adalah bulan yang tak terlupakan baginya. Ia harus sembunyi-sembunyi berpuasa karena khawatir ketahuan sang ibu.
Hal yang paling berat bagi Molly adalah saat sahur. Karena, ia harus mencari alasan yang rasional untuk ibunya, mengapa ia harus bangun pukul empat dini hari untuk memasak dan makan.
Dia masih berpikir untuk tidak memberi tahu sang ibu soal agama barunya. Akhirnya, Molly mencari cara lain. Setiap hari dia akan menyimpan persediaan makanan di bawah tempat tidurnya. Saat sahur, dia akan memakannya.
Beberapa kali sang ibu memergokinya sedang makan sahur. “Saya berusaha meyakinkannya dengan mengatakan bahwa saya agak susah tidur malam itu,” kata Molly.
Sang ibu juga pernah curiga ketika memergokinya tidak makan pagi ataupun siang. “Pernah dua kali saya terpaksa membatalkan puasa karena keluarga kami mengadakan perayaan dan saya tidak bisa menghindar,” kenangnya.
Namun, pada 10 hari terakhir Ramadhan, Molly sadar, dia tidak bisa lagi menutupi keislamannya. Saat itu, sang ibu harus menjalani operasi dan Molly sangat takut sesuatu yang buruk menimpanya. Sang ibu tidak pernah tahu bahwa putrinya telah berpindah agama. Dalam perjalanan ke rumah sakit, Molly memutuskan untuk menceritakan hal tersebut pada ibu.
Di luar dugaan, sebelum Molly sempat mengatakan apa pun, ibunya tiba-tiba berkata, “Tak perlu menceritakannya padaku, kamu seorang Muslim, bukan?”
Perkataan ibu menyentaknya. Lalu, di luar dugaan, sang ibu ternyata bisa menerima keputusan Molly meskipun dengan jujur dia mengaku tidak terlalu menyukai hal itu. Namun, sang ibu tetap menghormati pilihan Molly dan akan terus mencintai Molly sebagai putrinya.
Bahkan, pada hari raya Idul Fitri, sang ibu menyampaikan ucapan selamat kepadanya. “Mulai hari itu, ibu menjadi segalanya buat saya,” tutur Molly.
Sejak itu, hambatan utama Molly bukan lagi pengenalan agama barunya, melainkan kebiasaan berpakaian. Ternyata, membaurkan Islam dengan budaya Amerika tak sesulit perkiraannya. Akhirnya, dia pun berani memakai hijab.