Senin 15 Oct 2012 12:46 WIB

Menko Polhukam: KPK-Polri Harus Tindaklanjuti Arahan Presiden

Rep: Esthi Maharani / Red: Djibril Muhammad
Menkopolhukam Djoko Suyanto
Foto: TAHTA AIDILLA/Republika
Menkopolhukam Djoko Suyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – KPK dan Polri diminta untuk memahami dan menindaklanjuti arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada pekan lalu. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Djoko Suyanto menyakini kedua lembaga itu mengetahui substansi pidato presiden.

"Kedua pimpinan lembaga tersebut pasti sudah dan terus berkoordinasi serta berkonsentrasi pada tindaklanjut lima arahan presiden," katanya, Senin (15/10).

Ia mengharapkan kedua lembaga hukum itu menekan ego yang mungkin muncul untuk menangani kasus simulator SIM yang melibatkan petinggi Polri. Jangan sampai, kedua lembaga tersebut diadu domba kembali.

"Harus kita hindari setiap ada upaya untuk kembali mempertentangkan pidato presiden tersebut antara KPK dan Polri, termasuk mengadu domba kembali KPK dan Polri serta mempertentangkan arahan presiden dengan kedua lembaga itu," katanya.

Djoko sebagai Ketua Kompolnas pun mengatakan akan mengawal proses penyelesaian Simulator SIM. Dengan tetap mengharapkan adanya kerja sama untuk mengawal tindakan yang akan dilakukan Polri dan KPK terhadap pidato presiden.

"Proses-proses tindak lanjut arahan presiden mestinya saat ini sudah dalam kerangka koordinasi tersebut. Mudah-mudahan tidak terlalu lama sehingga permasalahan segera selesai," katanya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya dalam konperensi pers Senin (8/10) malam, Presiden SBY menyampaikan lima arahan penyelesaian kisruh yang terjadi antara KPK dan Polri. Pertama, penanganan hukum dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM yang melibatkan Irjen Pol Djoko Susilo agar ditangani KPK (tidak dipecah).

Polri menangani kasus–kasus lain yang tidak terkait langsung. Kedua, keinginan Polri untuk melakukan proses hukum terhadap Kompol Novel Baswedan, dipandang tidak tepat, baik dari segi timing maupun caranya.

Ketiga, perselisihan yang menyangkut waktu penugasan para penyidik Polri yang bertugas di KPK perlu diatur kembali, dan akan dituangkan dalam  Peraturan Pemerintah. Presiden berharap nantinya teknis pelaksanaannya juga diatur dalam MoU antara KPK dan Polri.

Keempat, pemikiran dan rencana revisi UU KPK sepanjang untuk memperkuat dan tidak untuk memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan, tetapi Presiden memandang kurang tepat untuk dilaksanakan saat ini; dan kelima presiden berharap, agar KPK dan Polri dapat memperbaharui MoU-nya, dan kemudian dipatuhi dan dijalankan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement