REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Satu jaringan kelompok Salafi yang diilhami oleh jihad global menancapkan akarnya di Jalur Gaza, sementara HAMAS --yang secara resmi menguasai daerah kantung itu-- belum membuat keputusan strategis untuk menghentikan fenomena tersebut, kata seorang pejabat senior Israel, Rabu (17/10).
"Kami harap HAMAS akan memiliki tekad lebih kuat guna menangani 'ancaman' ini. Sejauh ini, sikap HAMAS telah memperlihatkan 'standard ganda': Mereka menyatakan mereka melakukan tindakan di lapangan, tapi hasilnya sangat buruk," kata Yossi Kuperwasser, Direktur Jenderal Kementerian Urusan Strategis Israel, kepada wartawan di Yerusalem.
Pernyataan itu dikeluarkan beberapa hari setelah pesawat Israel menyerang Hisham Saedni, salah seorang dari empat pejuang yang tewas dalam kerusuhan lintas-perbatasan yang berkecamuk pekan lalu.
Saedni memimpin Dewan Syura Mujahidin, kelompok yang secara ideologi berkaitan dengan Alqaidah. Ia dilaporkan berlatih di Irak setelah serbuan militer AS pada 2003.
Militer Israel menyatakan Saedni dan anak buahnya "terlibat dalam penembakan roket ke Israel selatan dan memasang peledak", salah satunya menewaskan seorang prajurit Yahudi dan membuat seorang lagi luka parah pada Januari 2009, demikian laporan Xinhua.
Ia juga dituduh melancarkan serangan terhadap perbatasan Israel-Mesir. Sebelum kematiannya, gerilyawan senior itu pernah beberapa kali ditahan oleh HAMAS dan dibebaskan lagi, kata Kuperwasser.
Kebijakan "pintu berputar" tersebut, katanya, mencerminkan penilaian HAMAS mengenai seberapa kuat kaum mujahidin Salafi telah tumbuh di Jalur Gaza dalam beberapa tahun belakangan.
Pada 4 Agustus 2009, pemimpin spiritual kelompok itu Sheikh Abdel Latif Moussa mengumumkan selama Khotbah Jumat berdirinya Keamiran Islam di wilayah Palestina, dan mengecam HAMAS karena kegagalannya memberlakukan Hukum Syari'ah.
Pasukan HAMAS segera menanggapi dengan mengepung tempat ibadah tersebut. Sebanyak 24 orang, termasuk Moussa sendiri, tewas dan puluhan orang lagi cedera dalam baku-tembak yang terjadi kemudian. Dinas intelijen Israel memperkirakan kaum Salafi saat ini berjumlah puluhan pegiat di Jalur Gaza.
"Mereka (HAMAS) tak terlalu giat menghadapi mereka," kata Kuperwasser. "Itu bukan cuma masalah kemampuan, tapi juga keinginan. Itu juga mungkin pemimpin HAMAS tidak yakin apakah anggotanya akan memetuhi perintah (untuk mengusir kaum Salafi) jika mereka mencapai keputusan untuk melakukan itu."
Kuperwasser, yang sebelumnya memangku beberapa jabatan penting di dinas intelijen militer Israel, berpendapat kemampuan kelompok tersebut untuk menantang HAMAS berkaitan dengan meningkatnya kondisi tanpa hukum di Semenanjung Sinai. Di Semenanjung tersebut, cikal-bakal faksi garis keras yang diilhami oleh jihad global telah menapakkan kaki sejak terdepaknya presiden Mesir Hosni Mubarak awal tahun lalu.