REPUBLIKA.CO.ID, FLORIDA -- Barack Obama dan Mitt Romney berjuang untuk melihat siapa yang dapat merangkul Israel lebih erat dan siapa yang bisa mengambil sikap retoris yang tegas terhadap Iran.
Namun, kedua kandidat pada dasarnya menjanjikan hal yang sama untuk setia terhadap Israel yang dipadukan dengan sanksi dan ancaman militer terakhir untuk mencegah Iran membangun senjata nuklir. Mereka larut kembali dengan retorika.
"Saya pikir ketegangan antara Israel dan Amerika Serikat sangat disayangkan," sindir Romney sambil mencatat bahwa Obama tidak pernah mengunjungi Israel selama dia menjabat sebagai presiden.
Romney mengatakan Obama telah menyia-nyiakan empat tahun dengan mengizinkan Iran melaksanakan program nuklir tanpa hambatan. Romney menuding Obama mengunjungi negara Muslim untuk meminta maaf terhadap nilai-nilai Amerika Serikat yang harus dibela.
"Alasan saya menyebutnya lawatan permintaan maaf karena anda (Obama) pergi ke Timur Tengah, Mesir, Arab Saudi, Turki dan Irak. Anda melewatkan Israel yang merupakan negara terdekat wilayah ini (AS)," kata Romney.
Sementara Romney berbicara, Obama menggeser kursinya ke depan. Obama memutar pena dengan buku-buku tangannya dan menatap tajam.
"Biar saya tanggapi. Anda tahu, jika kita berbicara kembali mengenai perjalanan yang sudah kami lalui, ketika saya masih menjadi kandidat, perjalanan pertama yang saya lakukan adalah mengunjungi pasukan kita," kata Obama.
"Dan ketika saya pergi ke Israel sebagai kandidat, saya bukan menjadi donatur. Saya tidak menghadiri pengumpulan dana,'' kata Obama. ''Saya pergi ke Yad Vashem, museum Holocaust di sana, untuk mengingatkan diri dari sifat jahat dan mengapa ikatan kita dengan Israel akan terpecah."
"Kemudian saya pergi ke kota perbatasan Sderot yang telah mengalami hujan rudal dari Hamas," kata Obama seraya mengingat bahwa pemerintahannya telah membantu pendanaan sistem pertahanan rudal baru Israel "Iron Dome".