REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen mendesak ASEAN untuk menyelaraskan keyakinan agama mereka menuju kawasan bebas kekerasan agama dan damai. Hal itu disampaikan dia saat berbicara pada pembukaan pertemuan dewan masyarakat sosial budaya ASEAN kedelapan di Istana Perdamaian ibu kota, Kamis (26/10).
Ia sangat mendorong kawasan untuk melakukan studi guna menemukan cara-cara untuk kerukunan umat beragama. "Kita telah melihat bahwa konflik agama telah menyebar di dunia dan baru saja mengalir ke kawasan ASEAN kami," katanya.
"Praktis, kekerasan dan saling pembunuhan brutal antarumat beragama yang berbeda di beberapa negara anggota ASEAN pada masa lalu merupakan acara baru yang menarik minat masyarakat internasional," katanya tanpa secara khusus mengidentifikasi negara-negara dalam konflik agama itu.
Perdana Menteri mengatakan ASEAN sangat penting untuk memberikan perhatian terhadap isu-isu agama dalam rangka untuk memastikan stabilitas, keberlanjutan dan harmoni terhadap keyakinan agama di blok tersebut. "Penguatan kerukunan umat beragama di wilayah kita adalah tugas yang paling penting," katanya.
Ia juga menambahkan blok tersebut tidak boleh meremehkan konflik itu. Sementara itu, ia juga memuji negaranya tanpa sengketa agama meskipun ada multi-agama yang ada di masyarakat.
"Untuk saat ini, Kamboja beruntung karena negara tidak pernah memiliki kekerasan agama meskipun 96 persen dari populasi negara adalah Budha, dua persen Muslim, dan dua persen sisanya adalah Kristen dan agama-agama lain," katanya.
Didirikan pada 1967, ASEAN beranggotakan Indonesia, Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.