REPUBLIKA.CO.ID, Kesan yang sama dirasakan oleh Hj Nurbaini, warga yang bermukim di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan.
Perempuan yang berprofesi sebagai guru ini tak akan melewatkan Suling yang digelar tiap Sabtu.
Di masjid mana pun giliran Suling tiba, ia bersama sang suami akan mengejarnya. Suasana kebatinan yang menyejukkan ia peroleh dari aktif mengikuti kegiatan ini.
Pagi hari udara masih bersih, suasana tenang, para jamaah Suling melantunkan ayat-ayat Al -quran dan memuji asma-asma Allah. Jika tempatnya di mushala, jamaah pasti meluber sampai keluar.
Jamaah perempuan mendapat jatah di bagian luar. “Pagi hari masih gelap, kita berzikir di alam terbuka, rasanya tenang, nyaman,” ungkap Nur, yang sedang kuliah S2 di Fakultas Psikologi UIN Jakarta ini.
Tak ingin kebagian manfaat sendirian, Nur yang juga pimpinan pengajian itu tergugah membagi kepada yang lain. Mereka juga antusias mengikuti kegiatan Subuh berjamaah ini. Suling pun diikuti oleh jamaah yang beragam dari segi usia dan jenis kelamin.
Walaupun hanya bertemu seminggu sekali, yakni setiap Sabtu, ikatan sesama jamaah sudah terasa sangat kuat. “Sesama jamaah sudah seperti saudara sendiri,” ujarnya.
Dari kegiatan shalat Subuh berjamaah pula, Nur yang berprofesi sebagai guru merasakan perubahan ke arah positif. “Kita merasa semakin disiplin serta tepat waktu dalam melakukan setiap kegiatan,” tambahnya.
Menurut Yoda Pralandono, warga Perumahan Grand Depok City, Depok, Jawa Barat, Suling berhasil menyatukan umat Islam di kawasan ini melalui jargonnya, yaitu ‘Subuh Terindah dalam Hidup Saya’.
Perumahan luas di bilangan Depok ini terdiri atas belasan cluster. Setiap cluster terdapat mushala. “Jadi, kita shalat Subuh kelilingnya giliran dari mushala di cluster satu, ke cluster yang lain,” tutur Yoda.