REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia peringatkan Amerika Serikat (AS) yang telah berusaha membentuk transisi pemerintahan Suriah dari kepemimpinan oposisi di Suriah. Upaya AS tersebut dinilai Rusia sangat bertentangan dengan rencana perdamaian yang dirumuskan Juni lalu di Jenewa.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Gennady Gatilov, mengatakan AS melanggar kesepakatan Jenewa dengan berusaha mengatur oposisi Suriah. AS mengusulkan pembentukan badan transisi di Suriah yang dalam rumusan Jenewa tersebut seharusnya menjadi kesepakatan antara oposisi dan pemerintah Suriah. Padahal perundingan di Jenewa tersebut disetujui para pemimpin dunia untuk menyelesaikan konflik Suriah.
"Upaya Barat menyokong oposisi Suriah untuk menjalankan kepemimpinan masa depan negara itu bertentangan dengan kesepakatan Jenewa. Pengumuman resmi Jenewa mengatakan bahwa badan transisi pemerintahan dibentuk atas dasar kesepakatan bersama antara pemerintah dan oposisi," ujar Gatilov melalui Twitter-nya, Jumat (2/10).
Rusia telah lama menjadi pendukung utama pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad. Bersama Cina, Rusia menolak resolusi PBB yang menghukum Assad atas perang sipil Suriah yang telah menewaskan sedikitnya 36 ribu jiwa.
Awal pekan lalu, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov bahkan menegaskan penolakan Rusia atas penggulingan Assad. Hal tersebut menurutnya akan memperburuk konflik. Lavrov pun menyatakan pihak Rusia mendesak kelompok oposisi Suriah agar memberikan perwakilan tokoh mereka untuk melakukan perundingan dengan pemerintah.
Sebelumnya dikabarkan, Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton mengharapkan adanya perbaikan kepemimpinan oposisi Suriah. Pihak oposisi diminta bersatu dan membentuk transisi yang akan membawa kemenangan oposisi dalam menggulingkan rezim Bashar Al-Asad.
"Ini tidak bisa menjadi oposisi yang diwakili orang-orang dengan atribut baik tapi dalam banyak kasus belum memasuki Suriah selama 20, 30, 40 tahun. Harus ada perwakilan oposisi dari orang-orang yang berada di garis terdepan pertempuran untuk mendapatkan kebebasan mereka," ujarnya.
Clinton mengatakan, selama ini Dewan Nasional Suriah (SNC) lah yang paling vokal dalam konflik Suriah. Namun mereka berbasis di luar negeri dan tak ikut dalam peperangan. "Perlu ada oposisi yang bisa berbicara di setiap golongan dan setiap wilayah bagian Suriah. Kita juga membutuhkan oposisi yang akan menentang keras upaya ekstremis untuk membajak revolusi Suriah," ujarnya.
Ke depan, menurut Clinton, SNC dapat menjadi pemimpin oposisi termasuk seluruh pasukan oposisi di Suriah. Pihaknya pun telah merekomendasikan nama dan organisasi yang dipercaya dapat dimasukkan dalam struktur organisasi yang menjadi persatuan Suriah tersebut.
Sementara itu, Cina justru mendukung pembentukan transisi pemerintahan di Suriah. Negara pro Assad tersebut justru mengusulkan upaya baru menghentikan kekerasan di Suriah. Salah satu pemikirannya adalah dengan kembali menghelat genjatan senjata dan membentuk kelompok transisi pemerintahan.
"Sebuah proposal baru menjadi saran konstruktif bagi Suriah seperti kawasan genjatan senjata dan secara bertahap membentuk badan transisi. Itu merupakan upaya lanjutan Cina dalam mendorong resolusi politik di Suriah," ujar Kementerian Luar Negeri Cina, Hong Lei usai pertemuan dengan utusan PBB untuk Suriah Lakhdar Brahimi, Rabu lalu.