REPUBLIKA.CO.ID, Kewajiban memenuhi hak-hak anak yatim berlaku hingga si yatim memasuki usia akil balig.
Hak yang dimaksud tersebut, yakni pertama, larangan untuk membelanjakan harta yang ia miliki di luar tujuan kemaslahatannya.
Ini sesuai dengan ayat, “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat hingga sampai ia dewasa.” (QS al- An’am [6] : 152).
Kedua, larangan menganiaya dan berbuat zalim terhadap yatim. Apa pun bentuknya, baik dari segi ucapan ataupun perbuatan.
Dalam Surah ad-Dhuha, Allah SWT melarang berbuat kasar terhadap anak yatim. Misalnya, menghardik, mencaci maki, dan menindas mereka. Perbuatan semacam ini dikategorikan sebagai bentuk pendustaan terhadap agama.
Ketiga, hak mereka untuk mendapatkan kehidupan yang laik, meliputi sandang, pangan, papan, dan pendidikan. Dalam Surah al-Insan ayat 8, Allah menegaskan pentingnya memberi makan kepada anak yatim.
Demikian juga, seruan untuk melindungi mereka, seperti termaktub di Surah ad-Dhuha ayat 6. “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu.”
Keempat, hak anak yatim terhadap jatah warisan mereka. Bagian harta waris yang ia terima tersebut, wajib dijaga oleh pengasuh atau penanggungjawabnya. Harta tersebut harus dikembalikan kepada si anak yatim saat ia telah dewasa. Ini seperi tertuang dalam kisah Nabi Khidir, saat menolong dua anak yatim. Cerita itu ada di Surah al-Kahfi ayat 82.
Dan, kelima, secara garis besar, hak yang mesti diterima oleh anak yatim ialah perlakuan baik. Anak yatim merupakan ladang untuk menuai kebaikan.
Maka, sepatutnyalah mereka terhindar dari segala bentuk sikap dan perbuatan keji yang ditujukan untuk mereka. “Dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim.” (QS al-Baqarah [2]: 83).