Kamis 29 Nov 2012 12:59 WIB

KH Turaichan Adjhuri, Sang Pakar Ilmu Falak (5-habis)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
KH Turaichan Adjhuri.
Foto: blogspot.com
KH Turaichan Adjhuri.

REPUBLIKA.CO.ID, Hingga menjelang akhir hayatnya pada 20 Agustus 1999, KH Turaichan termasuk ulama yang sangat antusias mendukung undang-undang pencatatan nikah oleh negara yang telah berlaku sejak 1946.

Kiai Turaichan sangat getol menentang praktik-praktik nikah siri atau di bawah tangan.

Menurutnya, selama hukum pemerintah berpijak pada kemaslahatan umat dan tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka wajib bagi seluruh umat Muslim yang menjadi warga negara Indonesia untuk menaatinya.

Artinya, pelanggaran atas suatu peraturan (undang-undang) tersebut adalah juga dihukumi sebagai kemaksiatan terhadap Allah. Demikian pun menaatinya, berarti adalah menaati peraturan Allah.

Hal inilah yang membuat kharisma dan kealiman Kiai Turaichan semakin diperhitungkan. Tak heran, bila namanya sangat masyhur sangat ahli ilmu falak yang sangat disegani.

'Lokalitas NU'

KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi dikenal sebagai ulama ilmu falak yang sangat karismatik. Ia pernah ditunjuk menjabat sebagai Ketua Lajnah Falakiyah PBNU. Di tingkat cabang Kabupaten Kudus, ia pernah menjabat sebagai Rais Syuriah NU.

Kiai Turaichan juga pernah terlibat dalam dunia politik di tingat pusat. Beberapa kali ia ditunjuk menjadi panitia Ad Hoc oleh pimpinan pusat Partai NU. Selain itu, ia juga dipercaya menjadi qadli (hakim) pemerintah pusat pada tahun 1955-1977.

Di organisasi Nahdlatul Ulama, Kiai Turaichan seringkali terlibat dalam forum-forum diskusi dan bahtsul masail (membahas permasalahan umat), terutama bidang yang menjadi spesialisasinya.

Namun, pada saat terjadi perubahan asas dasar NU dari asas Ahlussunnah wal Jamaah menjadi asas Pancasila, dia menyatakan memisahkan diri dari keorganisasian NU.

Meski telah menyatakan memisahkan diri secara keorganisasian, namun ia tetap dipercaya sebagai Rais Suriyah di tingkat cabang. Sedangkan untuk tingkat pusat, ia tidak lagi aktif seperti sebelumnya. Karenanya, Kiai Turaichan kemudian mempopulerkan istilah 'Lokalitas NU' yang berarti tetap setia untuk memperjuangkan organisasi NU dalam skala lokal, yakni di NU cabang Kudus saja.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement