REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pakar arkeologi UI, Prof Dr Agus Aris Munandar mengatakan, prasasti kuno yang merupakan sumber sejarah masa lalu Indonesia, saat ini banyak hilang atau rusak oleh berbagai sebab.
"Prasasti-prasasti kuno tersebut banyak yang rusak atau sengaja dirusak, baik oleh masyarakat pada zamannya, atau pada masa sekarang," kata Agus Aris Munandar dalam seminar di Auditorium Fakultas Ilmu Budaya UI Depok, Rabu (5/12).
Seminar dalam rangka mengenang ahli arkeologi epigrafi Prof Boechari (1927-1991) tersebut, dihadiri kalangan arkeolog, mahasiswa dan pemerhati bidang studi tersebut. Hilang atau rusaknya peninggalan purbakala tersebut, katanya, tentunya menyulitkan arkeolog atau pun ahli epigrafi untuk menyusun kembali sejarah masa lalu.
Agus Aris Munandar yang merupakan guru besar arkeologi UI tersebut mengungkapkan, saat ini ia banyak menemukan prasasti-prasasti kuno yang isinya sudah tidak terbaca lagi, khususnya yang terbuat dari batu. Di antaranya prasasti Makam Soka dari Tulungagung (tahun 1201 Masehi), Prasasti Sedah di Lamongan, Prasasti Sumbersari, dan Prasasti Rejowinangun di Blitar.
"Bahkan batu prasasti Rejowinangun saat ini bagian yang ada tulisan kunonya ditutup oleh batu baru untuk peresmian sebuah masjid," paparnya.
Umumnya kerusakan prasasti diakibatkan oleh alam dan faktor usia, sehingga tulisannya aus dan tidak terbaca lagi. Namun, ada juga prasasti kuno tersebut sengaja dirusak oleh masyarakat atau penguasa pada zaman itu juga, terutama setelah terjadi perubahan kekuasaan.
Prasasti umumnya berisi perintah raja yang harus diikuti rakyatnya. Di prasasti tersebut juga terjadi lambang kebesaran raja dan nama-nama pejabatnya. Jika ada dua pihak yang berperang, maka pihak pemenang akan menghancurkan semua simbol-simbol kekuasaan yang kalah.
"Semua keputusan atau perintah dari raja sebelumnya akan diabaikan, termasuk perintah yang dituliskan dalam prasasti," tuturnya
Buku Prof Boechari
Acara seminar sehari tersebut diadakan Departemen Arkeologi FIB UI, bersama Yayasan Arsari Djojohadikusumo dan Ecole francaise d'Extreme Orient. Seminar juga menghadirkan Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara dari National University of Singapore Prof Dr John N. Miksic, dan mantan Guru Besar Sejarah Asia dari Universitas Kiel, Jerman, Prof Dr (em) Hermann Kulke, serta sejumlah pakar lainnya.
Dalam kesempatan tersebut untuk mengenang jasa Prof Boechari, diluncurkan buku 'Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti' yang merupakan bunga rampai dari karya-karya pakar epigrafi dan sejarah kuno Indonesia tersebut. Karya-karya Prof Boechari banyak membuka tabir kegelapan sejarah Indonesia yang tidak bisa dijelaskan oleh ahli sebelumnya.
"Profesor Boechari melalui ketekunannya, dapat memberi penjelaskan kepada kita mengenai makna yang ada dalam prasasti kuno tersebut," kata Kepala Departemen Arkeologi UI Dr Kresno Yulianto Soekardi.