REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Wakil Gubernur Jakarta, Ahok, yang diusung Gerindra, dinilai harus mundur dari partai aslinya, Golkar. Peraturan partai mengharuskan Ahok hengkang dari Golkar.
"Apabila seorang kader PG dicalonkan atau ikut mencalonkan diri dalam pilkada di luar dari PG, dan sementara PG mempunyai calon sendiri, maka kader tersebut harus mengundurkan diri dari jabatan struktur partai," jelas Wasekjen Golkar, Ahmad Doli Kurnia, kepada Republika, Selasa (20/3). Tidak hanya itu, jabatan lain yang didapat dari partai, seperti anggota DPR juga harus ditanggalkan.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerindra berencana mengusung Walikota Surakarta, Joko Widodo menjadi calon gubernur DKI Jakarta. Jokowi akan dipasangkan dengan Anggota DPR Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok.
"Saya siap melepaskan, saya sudah dikecewakan partai," kata Ahok. Dirinya meyakini keputusan untuk melepaskan keanggotaan partai adalah tepat. Menurutnya berdasarkan survei dari berbagai lembaga survei menyebut kepercayaan terhadap partai politik menurun.
Kemudian, lanjut Ahok, terdapat persepsi dari masyarakat bahwa partai politik hanya akan mendukung calon yang mempunyai uang. Sedangkan bagi calon-calon yang jujur dan bersih tetapi tidak mempunyai dana cukup dapat dipastikan tidak akan didukung partai. "Bagi saya, ini untuk menumbuhkan motivasi bagi masyarakat bahwa orang jujur, bersih, transparan dan profesional itu punya kesempatan," ucapnya.
Untuk itulah, kata Ahok, ketika Gerindra dan PDIP meminangnya untuk mendampingi Jokowi, dianggapnya sebagai sebagai kehormatan dan kesempatan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap politik yang bersih.