REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia melihat, setidaknya ada tujuh masalah yang perlu diwaspadai menjelang pemilihan gubernur DKI Jakarta yang akan dilangsungkan pada Rabu (11/6). Tak hanya oleh pemilih, masalah itu juga harus diantisipasi pemantau, peserta, penyelenggara, dan pengawas pilkada.
''Pertama, terjadinya pelanggaran atas pemenuhan hak politik rakyat untuk memilih. Ini lantaran adanya persoalan adminstratif yang berhubungan dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT),'' kata Koordinator Kajian KIPP, Girindra Sandino, melalui rilis yang diterima, Senin (9/6).
Kedua, lanjutnya, adanya bujukan atau janji tidak realistis yang pada dasarnya dapat menipu rakyat untuk memilih psangan calon tertentu. Ketiga, adanya upaya untuk terus melakukan politisasi berbagai isu yang berdampak terhadap menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap integritas penyelenggara pemilu.
Ke empat, potensi terjadinya serangan fajar, dalam berbagai bentuk. Mulai politik uang, sembako, sampai janji akan memberikan imbalan dengan bukti telah memilih pasangan calon tertentu.
Ke lima, kemungkinan tekanan psikologis baik dari kelompok kontestan tertentu ataupun unsur birokrasi di lingkungan. Atau komunitas tertentu untuk menentukan pilihan politik yang diarahkan. Ke enam, ketidakberesan adminstratif di jajaran penyelenggara saat pemungutan suara, penghitungan dan penetapan hasil.
''Ke tujuh, upaya-upaya untuk terus membangun opini bahwa pilkada adanya kecurangan guna memudahkan mobilisasi protes massif dan sebagai prakondisi bagi langkah hukum menggugat hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi,'' pungkas Girindra.