REPUBLIKA.CO.ID,Soal agama juga kontras dari dua kubu ini. Kubu Kristen dan Katolik mendominasi pemilih Jokowi-Ahok hingga ratarata 76 persen, barulah pemilih beragama Islam yang sebesar 39,1 persen. Sebaliknya di kubu Foke-Nara, justru pemilih Islam yang dominan dengan 35,3 per sen dari total pemilih.
Kekontrasan juga masih mewarnai komposisi pemilih berdasarkan penghasilan. Pasangan Foke-Nara, misalnya, pemilih terbesar mereka adalah kelompok berpenghasilan di bawah Rp 1,2 juta. Sementara pemilih berpenghasilan di atas Rp 2 juta justru menjadi yang terendah. Sebaliknya terjadi di Jokowi-Ahok. Kelompok menengah dengan penghasilan Rp 1,2-2 juta menjadi yang tertinggi pemilih Jokowi-Ahok. Kelompok berpenghasilan di bawah Rp 1,2 juta jadi yang terendah.
Salah satu parameter terpenting lainnya adalah basis dukungan parpol. Partai Demokrat menjadi penyokong utama Foke- Nara. PDIP-Gerindra ada di belakang Jokowi-Ahok. Sentimen militansi parpol terlihat jelas di kubu Jokowi-Ahok dengan pemilih dari Gerindra dan PDIP mencapai 79 persen. Di kubu Foke- Nara, pemilih dari parpol Demokrat mencapai 55,1 persen. Tapi, bukan cuma itu. Hasil exit poll juga memperlihatkan ada massa parpol lain yang pindah haluan atau menggerogoti.
Pemilih dari Golkar, misalnya, dominan juga di Foke-Nara dengan mencapai 45,2 persen. Di kubu Jokowi-Ahok mencapai 26,2 persen. Otomatis, pindahnya suara ini membuat suara Golkar yang harusnya mendukung pasangan Alex Noerdin- Nono Sampono terpuruk. Pasangan ini hanya didukung pemilih Golkar 19 persen.
Yang juga tergerus adalah suara PKS yang sejatinya harus ke pasangan Hidayat Nur Wahid- Didik J Rachbini. Memang sudah ada 49,5 persen suara PKS di pasangan ini. Tapi, masih ada pemilih PKS sebesar 23,7 persen di kubu Jokowi-Ahok dan 19,4 persen di kubu Foke-Nara. Inilah mengapa suara PKS tampak terlihat kempes dalam perhitungan cepat. Kubu Jokowi- Ahok juga meraup suara Partai Demokrat karena sebanyak 28,8 persen pemilih dari Demokrat mencoblos mereka.
Pertanyaan selanjutnya, apakah karakteristik ini akan sama pada putaran kedua pemilu kada? Peneliti LSI Burhanuddin Muhtadi menjawab tidak. Ia mengatakan ada waktu dua bulan yang bisa mengubah karakteristik pemilih Jokowi maupun Foke.
Menurut dia, setidaknya ada dua strategi yang akan digunakan para calon. Pertama, strategi mendekati elite partai, yang gagal ke putaran kedua. Kedua, pendekatan ke tingkat massa. “Ini akan jadi Ramadhan yang paling politis di Jakarta karena baik Jokowi maupun Foke akan semakin gencar. Terutama Jokowi yang akan mencoba menetralisasi kesan dia kurang ramah ke Islam. Foke akan melakukan hal yang sama untuk mendekati pemilih non-Muslim yang lebih banyak ke Jokowi pada putaran pertama,’’ papar Burhanuddin.
Hanya saja, khusus untuk PKS, ia menilai akan ada kegamangan di tingkat massa dan elite. Bagi partai, secara ideologi memang akan sulit untuk merapat ke Jokowi. Sebabnya, ideologi antara PKS dan PDI Perjuangan serta Gerindra cukup jauh. Justru lebih dekat ke Demokrat yang posisinya lebih ke tengah.