Sabtu 08 Dec 2012 18:01 WIB

Krisis Moral

Ilustrasi
Foto: tikkun.org
Ilustrasi

Oleh: A Ilyas Ismail

Dilihat dari perspektif agama, berbagai krisis yang menimpa bangsa kita, sesungguhnya berakar dari krisis moral (akhlak).

Krisis akhlak bukanlah hal yang sepele, tetapi ia sangat berbahaya dan mengancam eksistensi kita sebagai umat dan bangsa. Krisis akhlak lebih berbahaya dibanding krisis energi, listrik, pangan, dan berbagai krisis lainnya.

Islam adalah agama akhlak. Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak (HR Baihaqi). Akhlak, menurut Yusuf al-Qardhawi, adalah energi kehidupan dan puncak keagungannya. Itu sebabnya, kata al-Qaradhawi, Islam selalu menanamkan keluhuran budi pekerti, dalam semua aspek kehidupan.

Kekuatan bangsa sangat dipengaruhi oleh kekuatan akhlak. Sejarawan Arnold Toynbe, dalam risetnya, membuktikan kebenaran tesis ini. Ia pernah meneliti lebih dari 21 peradaban yang hebat di dunia.

Ternyata, diketahui 19 dari 21 peradaban itu musnah (runtuh). Ia runtuh bukan karena penaklukkan dari luar (not by conquest from without), melainkan melalui kerusakan moral dari dalam (by moral decay from within).

Maka, krisis akhlak harus dicegah dengan melakukan perbaikan akhlak bangsa. Secara teori, perbaikan akhlak dapat dilakukan dengan beberapa usaha.

Pertama, menumbuhkan komitmen etis, yaitu pemihakan yang kuat pada kebenaran dan kebaikan. "Surga, dipagari oleh hal-hal yang susah (al-makarih), sedangkan neraka dihiasi oleh kesenangan-kesenangan." (HR Muslim).

Kedua, berlatih dan melakukan pembiasaan diri pada akhlak yang baik. Al-Ghazali, menyebutnya dengan istilah al-takhalluq. Pakar lain menyebutnya dengan istilah al-Tathabbu` Dalam bahasa modern, Takhalluq dan tathabbu` bermakna membangun kebiasaan (habit) dan watak (karakter) yang baik. Dan proses takhalluq membutuhkan waktu dan disiplin yang ketat.

Menurut Ghazali, perbaikan akhlak hanya dapat dilakukan dengan metode penyembuhan terbalik (bi thariqat al-`aks). Artinya, penyakit akhlak hanya bisa disembuhkan dengan lawannya. Sifat bodoh dilawan dengan ilmu, kikir dengan dermawan, sombong dengan rendah hati (tawadhu`), dusta dengan jujur, dan lainnya.

Bertolak dari konsep ini, maka mental korup bangsa ini hanya bisa disembuhkan dengan menumbuhkan sifat jujur (al-shidq), bisa dipercaya, dan bertanggung jawab (al-amanah), serta sikap prorakyat (al-itsar). Wallahu a`lam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement