Tak Cukup Hanya Bahasa Indonesia
Alquran telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu sejak pertengahan abad ke-17. Upaya ini dilakukan oleh seorang ulama dari Singkil, Aceh, bernama Abdul Ra'uf Fansuri.
Meski terjemahannya kurang sempurna dari tinjauan ilmu bahasa Indonesia modern, Abdul Ra'uf Fansuri bisa dikatakan sebagai tokoh perintis penerjemahan Alquran berbahasa Indonesia.
Sejak saat itu, semakin banyak Alquran terjemahan yang diterbitkan di Indonesia. Meski demikian, keberadaan terjemahan Alquran dalam bahasa Indonesia saja dirasa tidak cukup.
Itu karena banyak penduduk Indonesia yang juga tidak mengerti bahasa Indonesia. Jumlah penutur bahasa daerah dan mereka yang tidak mengerti bahasa Indonesia hingga kini masih cukup banyak.
Jumlah penutur bahasa Jawa, misalnya, mencapai 75,6 juta orang. Sementara, bahasa Sunda digunakan oleh 27 juta orang, bahasa Madura 13,7 juta orang, bahasa Minang sebanyak 6,5 juta orang, dan bahasa Batak sekitar 6,2 juta orang.
Fakta lain, sekitar 1,7 juta penduduk Bengkulu tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Begitu juga di sejumlah daerah lain di Indonesia. Penyebabnya, antara lain, masih banyak desa yang terisolasi.
Selain itu, banyak penduduk yang tidak sekolah. Kebanyakan mereka adalah penduduk yang sudah berusia lanjut. Atas alasan inilah, kemudian banyak pihak yang berusaha menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa daerah.
Langkah ini tak hanya dilakukan untuk membantu umat Islam, tetapi juga melestarikan bahasa daerah di Indonesia yang sudah mulai punah.