Senin 17 Dec 2012 22:17 WIB

Zainab binti Jahsy, Dua Pernikahan dari Langit (4-habis)

Rep: Fitria Andayani/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: xemanhdep.com
Ilustrasi

'Jangan Beri Aku Harta'

Setelah Rasulullah wafat, Zainab tetap konsisten menginfakkan hartanya bagi kaum papa.

Zainab yakin bahwa setiap Mukmin harus menanam kebaikan di dunia jika ingin menuai kenikmatan abadi di akhirat.

Ia bekerja keras membuat berbagai kerajinan tangan, menyulam, dan menyamak kulit, kemudian menjualnya. Uang yang diperolehnya dari penjualan karyanya itu diinfakkannya di jalan Allah.

Bahkan, tunjangan hidup yang diberikan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khatthab untuk setiap istri Rasulullah tidak sedikit pun disentuhnya. Tunjangan yang sebesar 12 dirham per bulan tersebut diinfakkan seluruhnya kepada kepada kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.

 

Suatu ketika Umar bin Khatthab mengirimkan kepadanya harta dalam jumlah banyak. Zainab lalu berkata, “Semoga Allah mengampuni Umar. Ummahatul Mukminin selain aku lebih dermawan dalam membagi-bagikan harta ini.”

Dikatakan kepada Zainab bahwa semua harta ini adalah miliknya. Namun, Zainab hanya berkata, “Mahasuci Allah Yang Mahaagung.”

Dia lalu menutupi harta itu dengan sebuah kain, lalu menyuruh Barzah binti Rafi’ sembari berpesan, “Wahai Barzah, masukkan tanganmu, lalu ambillah segenggam darinya dan bawalah kepada Fulan, kemudian kepada Bani Fulan.”

 

Zainab kemudian menyebutkan orang-orang dari kerabatnya, anak-anak yatim yang dikenalnya, dan orang-orang miskin. “Apa yang ada di bawah kain itu adalah milik kalian,” kata Zainab.

Barzah menceritakan bahwa mereka lalu menghitung harta itu dan mendapatinya sejumlah 1.285 dirham. “Semoga Allah mengampuni dosamu, wahai Ummul Mukminin. Demi Allah sesungguhnya kita memiliki hak dalam dirham-dirham itu,” kata Barzah binti Rafi’.

Mendengar doa Barzah, Zainab kemudian mengangkat tangannya ke langit dan berkata, “Ya Allah, semoga aku tidak lagi mendapatkan pemberian Umar setelah tahun ini.” Allah mengabulkan doa tersebut dan dia pun wafat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اِذْ اَنْتُمْ بِالْعُدْوَةِ الدُّنْيَا وَهُمْ بِالْعُدْوَةِ الْقُصْوٰى وَالرَّكْبُ اَسْفَلَ مِنْكُمْۗ وَلَوْ تَوَاعَدْتُّمْ لَاخْتَلَفْتُمْ فِى الْمِيْعٰدِۙ وَلٰكِنْ لِّيَقْضِيَ اللّٰهُ اَمْرًا كَانَ مَفْعُوْلًا ەۙ لِّيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْۢ بَيِّنَةٍ وَّيَحْيٰى مَنْ حَيَّ عَنْۢ بَيِّنَةٍۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَسَمِيْعٌ عَلِيْمٌۙ
(Yaitu) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada lebih rendah dari kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), niscaya kamu berbeda pendapat dalam menentukan (hari pertempuran itu), tetapi Allah berkehendak melaksanakan suatu urusan yang harus dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasa dengan bukti yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidup dengan bukti yang nyata. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

(QS. Al-Anfal ayat 42)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement