REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan nasional hanya berkisar 21-22 persen akhir tahun ini. Proyeksi ini turun dari putusan rapat dewan gubernur awal bulan lalu, sekitar 23-24.
Melambatnya pertumbuhan ekspor menjadi salah satu penyebab penurunan pertumbuhan kredit tahun ini. Berikutnya, kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi juga turun karena penurunan ekspor tersebut.
Ketua Himpunan Bank Negara (Himbara), Gatot M Suwondo, menilai perbankan hanya berfungsi sebagai fasilitator pertumbuhan perekonomian. Sedangkan motor penggeraknya tetap sektor riil.
Industri dalam negeri, kata Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ini, perlu terus diupayakan untuk dilaksanakan. Perbankan juga telah berupaya memfasilitasi pembangunan infrastruktur. "Sehingga, jika ada fasilitas yang belum ditarik, itu dikarenakan penarikannya disesuaikan dengan jadwal pelaksanaan proyek," kata Gatot dihubungi Republika, Ahad (23/12).
Beberapa proyek infrastruktur nasional tahun ini masih dalam tahap pemasangan (instalasi). Gatot memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun depan, khususnya investasi, sindikasinya akan melonjak tinggi kembali.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Ahmad Baiquni, menilai penurunan tipis pertumbuhan kredit tahun ini merupakan akumulasi beberapa faktor. Dari kredit konsumsi, salah sumbernya adalah aturan loan to value (LTV) atau pembayaran uang muka perumahan dan kendaraan bermotor.
Tingginya fasilitas kredit yang belum dicairkan (undisbursed loan) juga menjadi tantangan bank dalam meningkatkan pertumbuhan kredit. Berdasarkan data BI, kredit belum terpakai mencapai Rp 783,26 triliun per September 2012. Angkanya kemudian menurun sekitar Rp 400 triliun saat ini.
"Pencairan kredit kan mengacu pada perkembangan proyek. Saat ini, proyek-proyek besar kebanyakan masih tahap instalasi. Tahun depan, mereka akan menyerap modal kerja lebih tinggi lagi," kata Ahmad dihubungi Republika terpisah. Apalagi, masalah penyerapan kredit ini terkait antarsektor.
Ahmad mencontohkan proyek komoditas, seperti perusahaan batubara. Sektor ini akan sangat terkait dengan kontraktor pertambangan. Dari sektor komoditas, hal ini yang kemudian memperlambat serapan kredit tahun ini.
Kepala Riset Ekonomi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Destry Damayanti, mengatakan proyeksi pertumbuhan kredit 21-22 persen tersebut, meski turun, tapi masih sejalan dengan perekonomian. "Pertumbuhan kredit di atas 20 persen itu masih luar biasa," katanya kepada Republika.
Idealnya, kata Destry, pertumbuhan kredit adalah 1,5 kali dari pertumbuhan pendapat domestik bruto (PDB) nominal. Jika pertumbuhan ekonomi nasional 6,3 persen, dan inflasi maksimal lima persen, maka kisarannya akan jatuh diangka 21-22 persen.
Penurunan harga komoditas juga menyumbang penurunan pertumbuhan kredit tahun ini. Direktur Eksekutif Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Perry Warjiyo, memperkirakan sektor kelapa sawit masih akan mengalami penurunan hingga triwulan III 2013.
Batubara juga masih melandai turun hingga triwulan II 2013, dan mineral tambang masih turun hingga triwulan III 2013. Meski demikian, kata Perry, komoditas ekspor nasional masih akan naik hingga 1,37 persen dibandingkan tahun ini yang turun menjadi 14,8 persen.
BI memprediksikan kondisi perekonomian global tahun depan masih akan lebih baik dari 2010 dan 2011. Konsumsi nasional akan berkisar 5,4-5,5 persen. Sedangkan investasi masih akan di atas 10 persen.
BI optimis pertumbuhan ekspor berpotensi meningkat pada 2013. Pertumbuhan ekspor barang dan jasa diperkirakan akan mencapai kisaran 3 - 3,5 persen, lebih tinggi dari 2012 terkait pertumbuhan perekonomian global yang diperkirakan lebih baik diikuti dengan peningkatan harga komoditas. Kinerja ekspor Indonesia diperkirakan meningkat terkait membaiknya pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia, seperti Cina dan India.