REPUBLIKA.CO.ID, Pada 1937, Zainab membentuk organisasi Muslim Ladies Association, MLA (Jamiat as-Sayyidat al-Muslimaat).
Ia berkiprah memajukan kaum perempuan melalui organisasi itu. Pemberdayaan terhadap dhuafa juga menjadi perhatian utamanya.
Mulai dari santunan terhadap fakir miskin, peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.
Sepak terjangnya itu mendapat respons baik dari masyarakat Mesir. Tak kurang dari 199 cabang MLA terbentuk di seluruh pelosok Mesir.
Ketika Revolusi 1952 meletus, pada mulanya ia memberikan simpati ketika masih di bawah pimpinan Jenderal Muhammad Najib. Tetapi, pemikirannya itu berubah drastis ketika rezim Jamal Abdul Nashir berkuasa. Ia bersikap otoriter dan represif kepada ulama.
Zainab melawan. Ia menentang keras terhadap kebijakan zalim pemerintah. Ia diganjar dan dipenjarakan. Siksaan demi siksaan yang ia terima di penjara tak membuatnya gentar.
Sengatan listrik, ketiadaan makan dan minum, tidur beralaskan tanah, dan hidup tanpa sinar cahaya, ia terima dengan sabar. “Ya Allah, palingkanlah keburukan ini kapan dan bagaimanapun Engkau ingin,” katanya memanjatkan doa. Pada 1970, ia akhirnya keluar dari penjara.
Ujian yang pernah ia terima selama di balik jeruji besi semakin menguatkan karekter dan pribadi yang lahir di Desa Mayyit Yaisy, Provinsi Daqahlia, Mesir itu. Ia semakin aktif berdakwah dan terlibat di berbagai event nasional ataupun internasional.
Hingga, akhirnya pada Rabu 3 Agustus 2005, ia mengembuskan nafas terakhir pada usia 88 tahun.