REPUBLIKA.CO.ID, Jika pemerintah ingin meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak, benahi pengelolaan pajaknya.
Terjadinya penyalahgunaan pajak tidak membuat masyarakat menjadi malas membayar pajak.
“Wajib pajak harus tetap menjalankan kewajibannya membayar pajak. Karena anggaran negara selama ini sangat bergantung dari hasil pembayaran pajak dari masyarakat,” kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr Yunahar Ilyas Lc MA.
Menurut guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini, jika pemerintah ingin meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak, benahi pengelolaan pajaknya.
''Alokasikan pula dana-dana pajak untuk kesejahteraan rakyat sehingga mereka puas dana yang dikeluarkan dirasakan oleh masyarakat,'' sarannya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Arwani Faishal, mengungkapkan salah satu rekomendasi Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) yang berlangsung di Cirebon, Jawa Barat, September lalu mengenai pajak, yaitu agar pemerintah mempertimbangkan adanya pungutan pajak yang dibebankan kepada rakyat.
Secara substansi, kata Kiai Anwari, pajak bukan kewajiban. Pajak dibebankan kepada orang-orang kaya, itu pun diberlakukan apabila sumber daya alam sudah tidak mencukupi kebutuhan keuangan negara.
''Jadi, keuangan negara yang utama dengan memanfaatkan sumber daya alam. Apabila sumber tersebut belum mencukupi kebutuhan negara, pungutan pajak bisa dijadikan alternatif,'' ujar Kiai Arwani.
Karena itu, lanjut dia, seharusnya negara memanfaatkan sumber daya alam seluas-luasnya untuk pembiayaan negara, daripada membebani rakyat dengan pungutan pajak.
“Ironis sekali, Indonesia yang kaya alamnya tapi 78 persen pemasukan negara diperoleh dari pajak. Lebih mengenaskan lagi, pungutan pajak dari rakyat tidak membuat rakyat semakin sejahtera,” katanya.