Senin 14 Jan 2013 22:31 WIB

Titik Kritis Sabun Muka (2-habis)

Rep: Susie Evidia Y/ Red: Chairul Akhmad
Sabun muka (ilustrasi).
Foto: etsy.com
Sabun muka (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Arang aktif yang bersumber dari batu bara digunakan untuk pemutih gula.

Sedangkan arang aktif yang digunakan di sabun muka biasanya diambil dari tulang hewan.

Menurut Chilwan, dari kategori terakhir inilah penting ditelusuri sumbernya. Apakah dari hewan halal atau haram.

“Karena adakalanya menggunakan tulang babi yang strukturnya cocok dengan tubuh manusia,” kata lulusan dosen Teknologi Industri IPB ini.

Jika arang aktif yang digunakan dari tulang babi sudah pasti hukumnya haram bagi umat Islam yang memakainya. Jika tulang hewan lain dari jenis binatang halal yang digunakan, penting untuk menelusuri proses penyembelihannya.

Menurut dia, bila prosesnya berseberangan dengan kaidah penyembelihan syar’i, ini bisa berdampak pada keharamannya.

Untuk sabun muka bentuk gel, bahan yang perlu diperhatikan ialah emulsifier. Bahan itu menyatukan dua fasa, cair dan lemak. Bahan pengemulsi dari tumbuhan biasanya menggunakan kedelai.

Sedangkan emulsi dari hewan yang harus diwaspadai jika bahan yang digunakan berasal dari hewan babi. Hati-hati juga dengan tambahan gelatin yang berfungsi sebagai pelicin sabun. Jika bahan-bahan tersebut diambil dari hewan babi, sudah pasti haram hukumnya

Oleh karena itu, Pandji mengimbau umat Islam harus kritis memilih sabun muka. Jangan hanya tergiur iklan yang belum tentu bahannya terjamin halal dan tayib. ‘’Makanya, kita dituntut menjadi konsumen yang cerdas dan kritis. Hanya mau menggunakan bahan-bahan yang halal, walau tidak dikonsumsi secara langsung.”

Menurut lulusan Farmasi ITB ini, jika umat Islam masih kesulitan menentukan pilihan yang halal, meragukan yang halal atau haram, pilihlah setiap kebutuhan yang sudah bersertifikat halal. “Insya Allah, aman,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement