Hasil Didikan Pesantren
Rasanya tak banyak pimpinan Muhammadiyah yang mengeyam pendidikan dari dunia pesantren.
Dari yang sedikit itu, menyeliplah nama KH Ahmad Badawi.
Pria yang pernah memimpin Muhammadiyah selama dua periode pada 1962- 1965 dan 1965-1968 ini merupakan sosok yang pernah menimba ilmu agama dengan berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain.
Perjalanan hidupnya sebagai santri diawali ketika usianya baru menginjak enam tahun. Selepas mengenyam ilmu agama dari sang ayah, pria kelahiran 5 Februari 1902 ini berkelana ke Pondok Pesantren Lerab, Karanganyar. Di tempat ini ia mendalami ilmu nahwu dan sharaf. Di sini, Badawi belajar sampai tahun 1913.
Petualangannya menimba ilmu di pesantren tak berhenti sampai di situ. Ia kemudian belajar kepada KH Dimyati di Pondok Pesantren Tremas, Pacitan. Pada saat ini, usianya telah menanjak 11 tahun. Di Pacitan, ia hanya nyantri selama dua tahun.
Pada 1915, ketika Badawi berusia remaja, ia ‘mondok’ di Pesantren Besuk, Wangkal, Pasuruan. Hampir lima tahun ia mendalami ilmu agama di tempat ini. Dari situ, ia pun berlabuh di Pesantren Pandean, Semarang. Namun, sebelumnya ia sempat nyantri secara singkat di Pesantren Kauman.
Selain belajar di pesantren, Ba dawi muda juga sempat menempuh pendidikan formal yakni di Madrasah Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan di Kauman, Yogyakarta.
Nah, jika dihitung sejak awal nyantri pada usia enam tahun, Badawi secara total menghabiskan waktu selama 19 tahun untuk menjadi santri di berbagai pesantren. Tentu saja, ini bekal sangat berharga untuk mematangkan kepribadian dan meluaskan wawasan keagamaan Kiai Badawi.
Di tengah kesibukannya berorganisasi di Muhammadiyah serta menjadi penasihat presiden, KH Ahmad Badawi tak pernah lupa untuk menuangkan ilmu dan pandangannya dalam bentuk tulisan.
Selain menguasai berbagai ilmu keagaman seperti hadis dan fikih, Kiai Badawi juga dikenal luas sebagai ahli ilmu falak. Khusus dalam bidang ilmu falak, Kiai Badawi menulis sejumlah buku yang ditulis rapi dengan tangan, baik dalam huruf Arab maupun Latin.
Buku-buku tersebut, antara lain “Djadwal Waktu Sholat Se-lama2nja”, “Tjara Menghitoeng Hisab Haqiqi Tahoen 1361 H”, “Hisab Haqiqi”, dan “Gerhana Bulan”.