REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya kader-kader partai politik yang terlibat kasus korupsi, menunjukkan ada yang salah dalam sistem perpolitikan Indonesia.
Karenanya, menurut Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PuSAKO) Universitas Andalas Feri Amsari, kewenangan DPR yang berisi kader partai politik harus dibatasi. “Semua parpol bermasalah,” katanya saat dihubungi ROL, Rabu (6/2).
Feri menuturkan meratanya kasus korupsi yang menimpa parpol, mengindikasikan tidak satupun parpol yang bertujuan menyejahterakan rakyat Indonesia melalui kader-kadernya di parlemen. Sehingga, harus ada yang dibenahi dalam sistem kepartaian dan parlemen di Indonesia.
Menurut Feri, salah satu yang harus dibenahi adalah soal kewenangan DPR. Sejak reformasi, DPR memiliki kewenngan yang sangat besar. Yaitu, kewenangan pengawasan, penyusunan anggaran, dan legislasi.
“Dengan dibatasi, peluang parpol melalui kadernya di DPR untuk mencari dana-dana tak jelas yang berasal dari APBN akan berkurang,” katanya.
Keadaan tersebut, menurut Fery akan diperparah jika lembaga penegak hukum. Terutama KPK diintervensi pejabat negara yang berasal dari parpol.
Apalagi, setiap partai memiliki kehendak dan tujuan politik masing-masing. Sehingga, jika ada partai yang melaporkan kasus korupsi ke KPK, semaata-mata untuk menghancurkan partai politik yang dihancurkan. Jadi, bukan murni untuk upaya pemberantasan korupsi.
“Nah disinilah tekananannya, masing-masing partai menekan KPK untuk menekan partai yang diadukannya,” kata Feri mengakhiri.