REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah memo rahasia sebanyak 16 halaman mengungkap peran dinas intelijen Amerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA) dalam sejumlah serangan pesawat tak berawak.
Serangan mematikan itu diarahkan ke arah Yaman. Targetnya, pemimpin senior gerakan militan Anwar al-Awlaki yang tewas medio September 2011. Koran New York Times membeberkan, pusat kontrolnya berada di dalam kawasan Arab Saudi. Informasi ini terungkap dalam berkas-berkas administrasi yang dilaporkan buat Presiden AS, Barack Obama.
Pusat pengendali pesawat itu pertama kali digunakan pada tahun 2011. Proyek menghabisi otak kunci gerakan Al-Qaeda Arabian Peninsula (AQAP) itu menjadi target utamanya. Sebelumnya banyak dugaan muncul tentang tempat pusat pengendali pesawat itu. Beberapa negara seperti Pakistan, Yaman, Somalia, dan beberapa negara lainnya disebut-sebut.
Berbarengan dengan data di memo tersebut, kasus serangan Awlaki ditengarai bakal kembali memanaskan kondisi politik dan isu agama. AQAP dan kelompok militan lainnya dianggap menggunakan hubungan dekatnya dengan AS untuk merekrut anggota. Sekaligus membuat internalnya melawan pemerintahan Saudi.
Arsitek pesawat tak berawak AS sekaligus pemimpin tertinggi kontraterorisme, John Brennan, bakal banyak dicecar pertanyaan oleh media jelang promosinya sebagai kepala CIA. NBC News yang pertama kali membocorkan memo Kementerian Hukum yang meminta pelenyapan para pemimpin senior gerakan militan.
Pihak Gedung Putih menyangkal adanya perintah lewat memo tersebut. “Perintah serangan itu turun karena sangat penting untuk mewaspadai ancaman-ancaman yang sudah nyata. Menghentikan rencananya sama seperti menghindari serangan, dan sekali lagi menyelamatkan hidup Amerika,” cetus juru bicara Gedung Putih, Jay Carney, pada Aljazirah, Kamis (7/2).
Serangan tersebut dinilainya sesuai prosedur. Begitu pula keputusan para pemimpin militer serta pucuk pimpinan di AS sudah memikirkannya dengan matang dan bijaksana.
Kematian Awlaki dan anggota AQAP lainnya, Samir Khan dinilai Carney sebagai bentuk penegakan hukum yang tak pandang bulu. Keduanya diketahui sebagai warga negara AS yang tidak mempunyai catatan kriminalitas.
Namun, imbuh Carney, keduanya menyulut permusuhan dengan pemerintahan AS. “Tentu akan timbul preseden buruk jika musuh negara dibiarkan. Untuk itulah keduanya menjadi target utama,” terang Carney.