Jumat 15 Feb 2013 09:59 WIB

Transportasi Laut Indonesia Tertinggal Jauh

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
 Awak kapal KRI Sultan Nuku menurunkan bahan makanan dan kebutuhan logistik lainnya. (Republika/Rakhmat Hadi Sucipto)
Awak kapal KRI Sultan Nuku menurunkan bahan makanan dan kebutuhan logistik lainnya. (Republika/Rakhmat Hadi Sucipto)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sepanjang 2012, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mendata rangking transportasi laut Indonesia berada di urutan ke-59 di dunia. Posisi Indonesia kalah jauh dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Negara tetangga Singapura, misalnya, menempati rangking pertama. Sementara Malaysia berada di urutan 29, Thailand (38), Filipina (52), dan Vietnam (53).

"Biaya transportasi dan logistik nasional masih buruk," kata Ketua Forum Transportasi Laut MTI, Ajib Razikhwan, kepada ROL. Sebagai contoh, perbandingkan biaya transportasi laut untuk mengangkut peti kemas 20 inchi Jakarta - Jayapura sekitar Rp 15 juta atau setara 1.800 dolar AS.  Angka ini lebih mahal dibandingkan biaya angkut peti kemas berukuran sama Jakarta - Rotterdam sekitar 1.500 dolar AS.

Secara kasar, kata Ajib, bisa dihitung bahwa kemahalan biaya transportasi laut nasional yang menjadi beban masyarakat dan pengusaha selama ini adalah lima triliun per tahun. Tak heran jika banyak keluhan para pelaku ekonomi dan masyarakat terkait permasalahan mahalnya biaya transportasi dan logistik nasional yang terjadi pada 2012.

Hal ini baru sebatas diantisipasi dengan rencana untuk mengatasi permasalahan. Pemerintah, kata Ajib, belum melakukan tindakan nyata untuk menekan biaya transportasi dan logistik. Maka peluang berulangnya permasalahan yang sama tahun ini sangat besar.

International Logistic Performance Index (LPI) Global Rangking Bank Dunia 2012 menunjukkan rasio biaya logistik terhadap PDB dan biaya kirim peti kemas berukuran 1x20 inchi dari Jakarta ke kota lain di Indonesia dan Luar Negeri sangat buruk. Biaya logistik Amerika Serikat hanya 10 persen terhadap PDB, Jepang 10 persen terhadap PDB, Malaysia 15 persen terhadap PDB, sedangkan Indonesia hampir dua kali lipatnya, yaitu 24 persen terhadap PDB.

Berdasarkan pengalaman tersebut, untuk 2013, MTI menyarankan pemerintah untuk mengaji ulang kebijakan azas cabotage untuk tujuan meringankan beban masyarakat dan pengusaha. Caranya, dengan membuka persaingan perusahaan pelayaran besar domestik dan luar negeri untuk segera mengoperasikan kapal besar. Menurut skala ekonomi, ini dapat menekan biaya transportasi laut dalam negeri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement