Kamis 21 Feb 2013 19:39 WIB

KPK Bentuk Komisi Etik

Gedung KPK
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi membentuk Komite Etik untuk mengusut salinan dokumen yang diduga sebagai surat perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum terkait kasus korupsi proyek Hambalang.

"Hasil tim investigasi di bawah deputi pengawas internal dan pengaduan masyarakat (pipm) disimpulkan ada dugaan salinan dokumen yang beredar adalah dokumen milik KPK maka tim investigasi mengusalkan kepada pimpinan untuk membentu Komite Etik," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Sebelumnya Johan menyampaikan bahwa bila pihak yang membocorkan berasal dari luar pimpinan KPK maka tim investigasi akan membuat dewan pertimbangan pegawai sedangkan bila kebocoran terjadi di tingkat pimpinan maka akan dibentuk komite etik.

"Yang baru disimpulkan sekarang adalah salinan dokumen dari KPK, karena wilayah pengusutan bisa dari pegawai sampai pimpinan, komite etik belum memutuskan salah atau tidak," tambah Johan.

Ada perbedaan sanksi yang akan diberikan kepada pihak yang terbukti membocorkan dokumen tersebut."Kalau pegawai ada kode etik yang mengatur misalnya penurunan pangkat atau golongan, teguran tertulis, surat peringatan atau pemecatan; sementara di tingkat pimpinan maka komite etik yang memutuskan," ungkap Johan.

Unsur anggota komite etik menurut Johan baru akan diputuskan pada pekan depan."Pihak yang menjadi komite etik belum diputuskan, anggota bisa terdiri atas 5 atau 7 orang namun yang pasti pihak eksternal lebih banyak dibanding internal, pekan depan ada rapat pembentukan komite etik termasuk unsur dari pimpinan," jelas Johan.

Kriteria mereka yang menjadi anggota komite etik dari luar KPK adalah mereka yang memiliki kredibilitas.

KPK sebelumnya pernah membuat Komite Etik terkait kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games yang berkaitan dengan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dan M Jasin serta dan Deputi Penindakan Ade Rahardja pernah menerima uang sehingga merekayasa kasus dengan tersangka Muhammad Nazaruddin.

Anggota Komite Etik saat itu terdiri atas 3 pimpinan KPK yang tidak memiliki konflik kepentingan dalam kasus tersebut, dua penasihat KPK dan dua unsur masyarakat dengan diketuai oleh Abdullah Hehamahua dan memutuskan tidak ada unsur pelanggaran kode etik dari pimpinan KPK.

KPK sebelumnya telah membentuk tim investigasi di bawah deputi bidang pengawasan internal dan pengaduan masyarakat sejak Selasa (12/2) untuk mengusut dokumen yang ditandatangani oleh tiga orang pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Pradja.

Kepala surat dokumen tersebut adalah "Surat Perintah Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi" berisi penetapan Tersangka Anas Urbaningrum selaku anggota DPR periode 2009-2014 dengan dikenakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberanasan Tindak Pidana Korupsi namun tanpa dilengkapi tanggal dan nomor surat.

Dokumen tersebut beredar luas di media sejak Sabtu (9/2).

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement