REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Meski telah berumur seabad, namun organisasi Muhammadiyah ternyata belum berada di semua kecamatan di Indonesia. Bahkan hingga akhir 2012 lalu, Muhammadiyah baru hadir di 3.000 kecamatan atau 50 persen dari seluruh kecamatan di Indonesia. Bahkan baru hadir di 12 ribu desa atau 18 persen dari total desa di Indonesia sebanyak 73 ribu desa.
Karena itulah pasca Muktamar 2010 lalu, PP Muhammadiyah membentuk sebuah lembaga khusus untuk pengembangan Muhammadiyah, yaitu Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR).
"Kita ditargetkan hingga 2015 bisa hadir di 70 persen kecamatan dan 40 persen desa di Indonesia," terang Ketua LPCR PP Muhammadiyah A. Norma Permata disela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LPCR PP Muhammadiyah di Yogyakarta. Rakernas sendiri diikuti 63 Pimpinan Wilayah LPCR dari 29 Propinsi di Indonesia.
Diakuinya, sejak 1980an perkembangan Muhammadiyah memang cenderung stagnan. Karenanya pihaknya terus berusaha mengembangkan organisasi ini hingga semakin melebar. Rakernas tersebut salah satu wadah untuk meningkatkan strategi pengembangan organisasi tersebut. Melalui rakernas itu akan dihasilkan langkah-langkah dan pemetaan untuk pengembangan Muhammadiyah satu tahun ke depan.
Meski begitu, Norma tidak yakin bisa mencapai target hadir di 70 persen kecamatan hingga 2015 mendatang. Menurutnya target itu sulit tercapai pada 2015 nanti. "Saya optimis itu baru akan tercapai di 2025," tandasnya.
Pasalnya kata Norma, berdasarkan pemetaan kondisi keumatan di Indonesia itu sangat berbeda-beda. Di satu sisi, pengurus cabang dan ranting Muhammadiyah itu adalah sukarela dan tidak digaji. Karenanya pengurus cabang dan ranting sebagian besar adalah orang tua. "Ini yang sulit,karena memang dasarnya sukarela," tambahnya.
Bahkan kata Norma, berdasarkan survei internal di Jakarta dan Yogyakarta berdasarkan AD/ART dari jumlah cabang dan ranting yang ada hanya 25 persen yang aktif. Sisanya kata Norma tidak aktif bahkan ada yang sakit.