REPUBLIKA.CO.ID, PORT SAID -— Suasana negara Mesir kian memanas dengan kerusuhan di sekitar Terusan Suez akibat putusan hukuman mati terhadap 21 orang suporter sepak bola.
Sebanyak enam orang termasuk tiga polisi meninggal dalam bentrokan itu, Sabtu (9/3).
Bukan hanya menyerang petugas bersenjatakan gas air mata, para suporter yang tidak puas pada putusan pengadilan membakar Markas Persatuan Sepak Bola Mesir yang berada di dekat Stadion Ahly, Port Said.
Beberapa bangunan di kompleks klub perwira polisi, yang juga berada di dekat Stadion Ahly, diserang oleh anggota kelompok penggemar sepak bola Ultras Ahlawy yang berpusat di Kairo.
"Satu ditembak mati, sementara yang lain meninggal karena mati lemas karena menghirup gas air mata," jelas Kepala Otoritas Ambulans Mesir dilaporkan Mohamed Sultan, kepada kantor berita Xinhua.
Pemicu bentrokan itu muncul saat hakim Pengadilan Kairo Sobhy Abdel Maguid membacakan ke-21 fans klub Al-Masry dihukum mati dengan cara digantung. Dia juga menghukum lebih dari lima orang terdakwa dengan penjara seumur hidup. Sementara 73 orang lainnya menerima hukuman penjara lebih ringan.
Pembacaan vonis yang disiarkan televisi lokal menimbulkan reaksi keras. Tidak berselang lama, ratusan orang bergerombol memantik api di dekat petugas polisi yang berjaga. Mereka juga berkumpul di sekitar kantor asosiasi persepakbolaan Mesir dan sebuah toko makanan. Asap mulai mengepul di mana-mana.
Helikopter militer didatangkan untuk menyiramkan air yang diangkut dari Sungai Nil untuk memadamkan api. "Apa yang terjadi di Kairo hari ini adalah sebuah permulaan dari kemarahan. Tunggu saja aksi berikutnya yang tidak terduga,” ungkap Ultras dalam pernyataannya di website.
Bukan hanya di Kairo, kekacauan juga merembet ke kota pelabuhan Port Said. Tentara disiagakan di sekitar kantor polisi untuk menghalau 2.000 orang fans bola yang berusaha memblokade kapal-kapal feri di Terusan Suez.
Para saksi mata yang dikonfirmasi Reuters menyatakan, fans bola yang kebanyakan remaja itu memakai speedboat untuk menghalangi kapal yang melintas. Petugas kepolisian menangkapi lima speedboat dan membawa pengendaranya ke tepian.
Namun, imbuh saksi, dua diantaranya berusaha kabur kembali. Petugas kontrol Kanal memastikan jika lalu lintas kapal tidak terpengaruh aksi tersebut.
“Kondisi di Terusan Suez aman dan masih dibuka agar kapal-kapal bisa melintas,” ujar juru bicara Otorita Terusan Suez Tarek Hassanein pada kantor berita MENA.
Salah satu tokoh ulama Mesir, Hazem Salah Abu Ismail mengutuk aksi para kaum muda tersebut. Upaya tersebut menurutnya mengarah ke arah makar pada negara.
“Kesempatan ini bisa digunakan oposisi untuk mengembalikan kembali kekuatan militer. Kita harus mempunyai kelompok lain yang bisa mengamankan serta melindungi,” harap Ismail.
Kepala militer Port Said Jenderal Ahmed Wasfy menyangkal pernyataan tokoh Salaf tersebut. Menurutnya, tugas militer hanya mengamankan Port Said dan kota di sepanjang Terusan Suez.
"Tentara Mesir adalah institusi perang, bukan institusi pengamanan. Tidak seorang pun membayangkan akibatnya jika tentara menggantikan posisi kementerian dalam negeri,” ujarnya.
Pada Februari 2012, kerusuhan meletus setelah pertandingan sepak bola di Kota Port Said. Para pendukung tim lokal bentrok dengan pendukung tim tamu asal Kairo dan sedikitnya menewaskan 70 dari mereka.